Jakarta (ANTARA News) - Penyidik senior KPK Novel Baswedan menilai proses penyidikan terhadap dirinya oleh Bareskrim Polri dilakukan dengan semena-mena.
"Terus terang saya keberatan dan tentunya sangat menyayangkan ketika ada proses penyidikan dalam rangka penangkapan atau penahanan dilakukan dengan cara semena-mena," kata Novel, di gedung KPK Jakarta, Jumat.
Pada Kamis (3/12), Novel Baswedan didampingi oleh Kabiro Hukum KPK AKBP Setiadi, dua orang Biro Hukum KPK serta dua orang pengacara mendatangi Bareskrim Polri untuk menandatangani surat pelimpahan tahap 2, artinya berkas penyidikan dinyatakan selesai untuk diserahkan ke Kejaksaan.
Namun penyidik membawa Novel dan rombongan pergi ke Bengkulu dan mengeluarkan surat penahanan terhadap Novel dalam kasus dugaan penganiayaan berat terhadap pelaku pencurian sarang burung walet di Bengkulu pada 2004.
"Kenapa semena-mena? Karena proses penahanan dan lain-lain tentu ada mekanisme sebagaimana hukum acara, dalam rangka kepentingan penyidikan telah selesai, tentunya tidak lagi diperlukan adanya penahanan atau apapun dan saya sudah menyampaikan sejak awal waktu di Bareskrim bahwa saya siap untuk hadir, siap untuk mengikuti permintaan penyidik dalam rangka pelimpahan ke jaksa penuntut," tambah Novel.
Novel menilai bahwa urgensi untuk menahan dirinya tidak ada dalam penyidikan kasus tersebut.
"Surat penahanannya sudah ada tapi tidak jadi dilaksanakan karena memang urgensinya tidak ada," ungkap Novel.
Saat tiba di Bengkulu sekitar pukul 17.00 WIB pada Kamis (3/12) dan dibawa ke Polda Bengkulu, Novel mengaku tidak melakukan kegiatan apapun.
"Di sana saya cuma menunggu, tidak ada kegiatan apapun cuma dipersilakan duduk dan tidak diperbolehkan keluar ruangan. Tidak ada (dibawa) ke Kejari sama sekali, meski pemberitahuannya memang demikian tetapi sejak sampai di bandara Bengkulu langsung ke Polda Bengkulu dan tidak ke Kejari sama sekali," jelas Novel.
Novel pun mengaku bahwa dirinya selama ini bertindak kooperatif sehingga tidak diperlukan upaya penahanan terhadap dirinya dalam perkara yang sudah berlalu 11 tahun tersebut.
"Masalahnya adalah kepentingan penyidikan, kalau mau menggunakan kewenangan untuk semena-mena, saya kira itu kurang tepat ketika kepentingannya untuk pelimpahan dan yang bersangkutan kooperatif, untuk apa dilakukan penahanan? Itu logika yang tidak masuk akal," tegas Novel.
Novel pun mengkritik pemborosan uang negara untuk biaya tiket pesawat, hotel maupun biaya lain yang tidak perlu untuk membawanya ke Bengkulu.
"Bagi saya aneh ketika saya seharusnya dibawa untuk pelimpahan tapi cuma ke Bengkulu tidak ada kegiatan apapun. Satu hal yang perlu dicatat, penyidikan itu pakai uang negara, kalau dilakukan dengan cara-cara demikian karena ada sejumlah biaya yang dihabiskan untuk tiket, hotel dan lain-lain? Karena ini uang negara, tidak boleh disia-siakan, itu yang saya maksud," tambah Novel.
Novel sebelumnya juga pernah dijemput paksa oleh penyidik Bareskrim Polri pada tengah malam 1 Mei 2015, namun tiga pimpinan KPK yaitu Taufiequerachman Ruki, Johan Budi dan Indriyanto Seno Adji mendatangi Mabes Polri untuk bertemu dengan Kapolri Jenderal Pol Barodin Haiti dan penahanan Novel pun ditangguhkan.
Dalam perkara ini, Novel diduga melakukan tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan luka berat dan atau seseorang pejabat yang dalam suatu perkara pidana menggunakan sarana paksaan.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015