Jakarta (ANTARA News) - Tindakan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menggunakan istilah "Kiai Kampung" dan akan mengumpulkan mereka di pesantrennya di Ciganjur, Minggu (18/2), dinilai bahwa Ketua Umum Dewan Syuro PKB itu tengah kelabakan. "Langkah Gus Dur dan PKB mengumpulkan orang-orang yang diberi label `kiai kampung` itu seperti menjustifikasi bahwa mereka kelabakan karena tidak lagi punya kiai," kata Wakil Sekjen Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU) Abdullah Mufied Mubarok di Jakarta, Kamis. Sebelumnya, dalam tulisannya yang dimuat media massa, Gus Dur menyatakan, dirinya mengedepankan "kiai kampung" karena dianggap lebih mengerti perasaan dan keadaan rakyat. Sedangkan kiai sepuh dikatakan Gus Dur lebih dekat dengan elit. Lewat kiai kampung, PKB berharap tetap mendapatkan dukungan setelah para kiai sepuh keluar dari partai itu dan mendirikan PKNU. "Tak elok seorang kiai mendikotomi dan menjelek-jelekkan kiai lainnya. Sikap Gus Dur dan PKB yang ingin mengedepankan kiai kampung dengan merendahkan kiai sepuh adalah wujud ketakutan atas lahirnya PKNU," katanya. Pernyataan Gus Dur bahwa kiai sepuh lebih dekat dengan elit dan tidak bersinggungan langsung dengan rakyat, menurut Mufied, memungkiri realitas yang terjadi. Karena, setiap hari lewat berbagai kesempatan, kiai-kiai sepuh bergaul dengan rakyat. Salah satu media yang digunakan adalah pengajian yang tentu saja tidak dipublikasikan lewat media massa dan acara-acaranya yang non formal. Ia mengambil contoh KH Abdurrochman Chudlori. Pengasuh Pondok Pesantren Asrama Pelajar Islam (API), Tegalrejo, Magelang, itu jadwal pengajiannya penuh. Setiap hari sedikitnya menyambangi rakyat di tiga tempat. Bukan cuma di kota, tapi juga di desa-desa. "Jadi, para kiai sepuh ini tidak tampil di seminar-seminar. Tapi datang ke pelosok-pelosok. Salah kalau ada yang mengatakan kiai sepuh hanya "disowani" (dikunjungi)," katanya. Apa yang disebut Gus Dur sebagai "kiai kampung", kata Mufied, sesungguhnya memiliki hubungan tidak terpisahkan dengan kiai sepuh yang merupakan guru-guru mereka. "Mbah Faqih (KH Abdullah Faqih, Tuban) itu setiap hari selalu disowani rakyat dan kiai-kiai kampung, kiai-kiai langgar. Siapapun yang datang diterima. Kok bisa-bisanya bilang kiai sepuh hanya melayani elit," katanya.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007