Jakarta (ANTARA News) - Kejaksaan sedang meneliti identitas palsu yang sempat digunakan oleh Tabrani Islamil, terpidana enam tahun penjara dalam kasus korupsi proyek Export Oriented (Exor) I Balongan, Jawa Barat, senilai 189,58 juta dolar AS.Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Salman Maryadi, di Jakarta, Kamis, menyatakan bahwa jika hasil penelitian itu ditemukan pelanggaran hukum yang melibatkan oknum atau pejabat, maka akan dilakukan tindakan hukum serta dilakukan evaluasi lebih lanjut. Saat ditangkap oleh petugas Kejaksaan di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan Rabu petang (14/2) Tabrani sempat mengaku sebagai Putra Mangku Puspo kelahiran Martapura, 21 Februari 1939 sebagai tertera dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) bernomor 32.77.01.1001/A474.3063800.Tabrani sempat menjadi buron sejak September 2006 ini menggunakan KTP Kelurahan Cimpaeun, Kecamatan Cimanggis, Depok, Jabar yang ditandatangani oleh ADB Rizal dan dikeluarkan 6 Oktober 2006, berlaku seumur hidup. Menurut Kapuspenkum, kartu identitas mantan Direktur Pengolahan Pertamina itu saat berstatus sebagai terdakwa tertulis kelahiran Prabumulih, 21 Desember 1934. Ia menjelaskan, pihaknya memfokuskan pada masalah dugaan pemalsuan kartu identitas dengan mencari indikasi atau bukti jelas adanya KTP yang diteliti untuk mengarah pada suatu penelitian adanya pemalsuan. Lebih lanjut dikatakan Kapuspenkum, keadaan fisik terpidana Tabrani yang terpampang pada lembaran rilis data koruptor buron dari Kejaksaan adalah pria berambut sebagian memutih, tinggi badan 165 cm, wajah bulat dengan telinga kanan yang lebih besar dari sebelah kiri. "Keadaan yang bersangkutan saat ditangkap berambut hitam, berkacamata, wajah lebih muda," kata Salman. Hal itu menurut dia, kemungkinan untuk mengelabui petugas namun nyatanya petugas tidak terkecoh sehingga terpidana Tabrani bisa ditangkap. Menurut Kapuspenkum, pihak Kejaksaan sudah yakin orang yang ditangkap itu adalah Tabrani Ismail karena dalam pelaksanaan eksekusi ada beberapa penilaian yang dijadikan ukuran dan sudah terpenuhi. "Antara lain telinga kanan lebih kecil daripada kiri, itu antara lain yang tidak bisa diubah. Supirnya juga mengakui itu adalah Tabrani, dia juga tahu jaksa yang ikut menyidangkan," kata mantan Wakajati Bali itu. Disinggung mengenai kemungkinan penyelidikan mengenai unsur kesengajaan menyembunyikan buronan oleh supir Tabrani, Kapuspenkum mengatakan orang tersebut telah dimintai keterangan tapi tidak ikut eksekusi mantan pejabat Pertamina itu ke LP Cipinang. "Kita teliti dulu dia tahu atau tidak," kata Kapuspenkum. Terpidana enam tahun penjara dalam kasus korupsi proyek Export Oriented (Exor) I Balongan senilai 189,58 juta dolar AS, Tabrani Ismail (72) ditangkap saat berkendara pulang dari kantornya di Wisma Mulia, Jakarta Selatan. Petugas intelijen kejaksaan yang telah melakukan pemantauan melakukan penangkapan terhadap Tabrani setelah menguntit kendaraan warna perak dengan nomor polisi B 8960 EI itu dari Wisma Mulia ke kawasan Mega Kuningan. Selanjutnya, Tabrani yang tidak mengadakan perlawanan itu digelandang oleh petugas ke Kantor Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, berikut supir pribadinya. Tabrani Ismail adalah mantan Direktur Pengolahan Pertamina yang pada pengadilan tingkat pertama dibebaskan oleh PN Jakarta Pusat karena dinilai tidak terbukti melakukan korupsi dan merugikan keuangan negara sebesar 189,58 juta dollar AS. Saat itu, jaksa menuntut vonis 12 tahun penjara untuk Tabrani. Namun, vonis kasasi MA pada 26 April 2006 menyatakan Tabrani telah terbukti merugikan keuangan negara sebesar 189,58 juta dolar AS, karena uang yang digunakan untuk melaksanakan proyek Exor I Balongan adalah pinjaman yang harus dibayar oleh negara. Vonis MA itu juga menghukum Tabrani dengan denda Rp30 juta subsider tiga bulan kurungan serta kewajiban membayar ganti kerugian negara sebesar 189,58 juta dolar AS. Namun, pihak Kejari Jakarta Pusat baru memperoleh petikan putusan kasasi itu pada bulan September 2006 dan eksekusi baru bisa dijalankan pada Kamis, 14 September 2006 dengan mendatangi kediaman terpidana di kawasan Setiabudi, Jakarta Pusat namun yang bersangkutan tidak ada ditempat. Tabrani yang kemudian dijadwalkan untuk dieksekusi di Kejari Jakarta Pusat pada Senin, 18 September 2006 itu tidak muncul dengan informasi dari pihak keluarga yang menyatakan mantan pejabat Pertamina sedang sakit namun mereka menolak memberitahukan keberadaan terpidana tersebut. Tabrani yang berstatus cekal itu dinyatakan buron sejak kegagalan eksekusi pada September dan wajahnya disertakan dalam daftar koruptor buron yang disebarluaskan Kejaksaan pada Hari Anti Korupsi Sedunia Desember silam. Penangkapan Tabrani adalah kali kedua keberhasilan Kejaksaan berhasil dalam memburu koruptor. Pada 19 Desember 2006, aparat Kejaksaan menangkap terpidana empat tahun penjara kasus korupsi DPRD Banten senilai Rp14 miliar, mantan Ketua DPRD Banten periode 1999-2004, Dharmono K Lawi di sebuah rumah di Jalan Cigadung Selatan Kota Bandung; milik Ny Linda Yani Azis yang disebut-sebut masih kerabat dekat Dharmono. Saat ini Dharmono berada di LP Serang, Banten untuk menjalani masa pidananya sementara Linda Yani Azis menjadi tersangka kasus penyembunyian buron dan menunggu persidangan di Bandung.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007