Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Myanmar berjanji akan menyelesaikan rancangan undang-undang baru yang memuat sejumlah langkah nyata demokratisasi di Myanmar pada akhir 2007. Pernyataan itu dikemukakan oleh Menteri Luar Negeri RI Hassan Wirajuda seusai melakukan pertemuan empat mata dengan timpalannya dari Myanmar, U Nyan Win, di Jakarta, Kamis. "Kata Menlu Myanmar tahun ini diharapkan konstitusi baru yang mereka rancang sejak 2003 dapat diselesaikan," kata Wirajuda. Salah satu elemen penting dalam rancangan undang-undang baru itu adalah pembagian kekuasaan antara pihak militer dan unsur-unsur sipil di Myanmar, katanya. "Kalau benar itu terjadi maka itu menampilkan kemajuan dari proses yang selama ini diakui oleh banyak pihak sebagai lambat...saya kira itu merupakan langkah maju," ujarnya. Selain itu, lanjut Menlu-RI, rancangan undang-undang yang sedang disusun itu juga menyebutkan mengenai rencana pemerintah Myanmar untuk melakukan desentralisasi kekuasaan. "Myanmar bicara tentang tujuh wilayah ekonomi dan enam lainnya, dimana tidak hanya adanya kewenangan yang lebih besar yang diberikan kepada daerah otonomi, seperti di Indonesia, namun mereka juga akan membentuk parlemen di daerah," katanya. Ia menegaskan pemerintah Myanmar sangat optimis dapat menyelesaikan rancangan undang-undang itu dan Indonesia berharap agar semua itu benar-benar bisa terjadi. "Saya kira sangat disadari oleh Myanmar untuk terus memperbaiki keadaan dalam negeri mereka. Saya juga menyinggung keperluan Myanmar untuk melakukan langkah-langkah sesuatu yang nyata untuk mengurangi tekanan internasional khususnya di forum-forum PBB," katanya. Sekalipun resolusi Dewan Keamanan PBB megenai Myanmar telah diveto oleh Rusia dan China, masalah Myanmar masih menjadi agenda DK PBB. "Ada kekhawatiran Myanmar jika masalah-masalah dalam negerinya dieksplotasi, misal, berkaitan dengan masalah diskriminasi hubungan antar agama yang tidak harmonis atau tentara anak yang mereka bantah," katanya. Saat ditanya mengenai tanggapan Myanmar mengenai usulan Indonesia tentang dwi-fungsi militer, Wirajuda mengatakan Indonesia tidak lagi menggunakan istilah dwi-fungsi militer untuk menghindari terjadinya salah pengertian. "Esensinya adalah pembagian kekuasaan, dan itu adalah sesuatu yang realistik yang saya lihat mendorong perubahan maka hal itu menjadi suatu kebutuhan dan seperti dijelaskan Menlu Myanmar dalam kerangka penyusuan UU baru mereka, pembagian kekuasaan sudah mereka pahami dan akan mereka lakukan jadi tidak perlu Indonesia memberikan contoh," katanya.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007