Patokan AS, minyak mentah light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Januari, jatuh 1,91 dolar AS menjadi ditutup pada 39,94 dolar AS per barel -- untuk pertama kalinya berakhir di bawah 40 dolar AS sejak akhir Agustus -- di New York Mercantile Exchange.
Pada perdagangan London, minyak mentah Brent North Sea untuk pengiriman Januari, turun 1,95 dolar AS menjadi menetap di 42,49 dolar AS per barel.
Harga minyak dunia telah turun lebih dari 60 persen sejak Juni tahun lalu karena pasokan tinggi, pertumbuhan permintaan lemah dan dolar yang kuat.
Pemicu untuk kemerosotan terbaru adalah data resmi yang menunjukkan bahwa persediaan minyak mentah komersial AS naik 1,2 juta barel pada pekan lalu.
"Saya tidak senang dengan harga minyak," Menteri Perminyakan Irak Adil Abd Al-Mahdi mengatakan kepada wartawan setibanya di Wina, tetapi memperingatkan bahwa tidak ada kesepakatan telah tercapai tentang produksi menjelang pertemuan pada Jumat.
"Kami akan menunggu dan melihat," katanya.
Di samping keputusan resmi tentang produksi yang akan diputuskan Jumat, Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) akan menetapkan persetujuan kembalinya Indonesia sebagai anggota.
Para analis memperkirakan OPEC -- yang beranggotakan 12 negara dari Timur Tengah, Afrika dan Amerika Latin memproduksi sekitar sepertiga dari minyak mentah dunia -- akan mempertahankan target produksi minyak harian pada 30 juta barel.
Namun demikian, mungkin mereka setuju untuk memangkas kelebihan produksi dalam upaya untuk mendukung harga dan pada gilirannya pendapatan produsen-produsen.
Menurut survei Bloomberg, produksi OPEC pada November naik menjadi 32,12 juta barel per hari.
"Kami akan membahas ... dan kemudian memutuskan tentang produksi," kata Menteri Perminyakan Saudi Ali al-Naimi, Selasa di Wina, lokasi untuk kantor pusat OPEC.
Dalam pertemuan rutin yang terakhir pada Juni, OPEC menentang seruan untuk memangkas produksi meskipun harga minyak rendah, memperpanjang strategi sekarang yang telah berlangsung setahun mencoba untuk mempertahankan pangsa pasar dan menangkis persaingan dari minyak yang diekstraksi atau minyak serpih dari Amerika Utara.
Salah satu pemimpin dunia dalam produksi minyak mentah bersama dengan negara-negara non-OPEC Rusia dan Amerika Serikat, Arab Saudi memegang pengaruh signifikan atas 11 anggota kartel lainnya.
Tetapi kebijakan mempertahankan produksi tinggi telah berkontribusi terhadap kemerosotan harga dari di atas 100 dolar AS per barel pada pertengahan 2014.
Hal ini telah menyebabkan banyak gesekan dalam OPEC, dengan anggota lebih miskin seperti Venezuela menderita parah dari jatuhnya pendapatan.
"Tekanan sedang meningkat terhadap Arab Saudi untuk memotong produksi setelah meyakinkan kartel untuk mempertahankan produksi minyak yang tinggi dalam mempertahankan pangsa pasar dan mungkin menekan minyak serpih dan produsen lain yang lebih lemah dari pasar," kata Fawad Razaqzada, analis pasar minyak di kelompok perdagangan Capital Gain.
Permintaan lemah
Situasi harga dapat lebih memburuk pada tahun depan, ketika pertumbuhan permintaan global untuk minyak mentah diperkirakan melambat karena daya tarik minyak murah memudar, kata Badan Energi Internasional bulan lalu.
Permintaan sedang dipengaruhi juga dengan pelambatan produksi ekonomi di Tiongkok, konsumen energi terbesar dunia.
Tekanan lebih lanjut pada harga minyak diperkirakan berasal dari anggota OPEC Iran yang akan meningkatkan ekspornya ketika sanksi-sanksinya dicabut sebagai bagian dari kesepakatan nuklir dengan negara-negara besar pada Juli.
Selain itu, ekspektasi kenaikan suku bunga AS akhir bulan ini mungkin meningkatkan dolar dan membuat harga minyak dalam mata uang AS lebih mahal untuk pemegang unit saingannya, lebih lanjut mengurangi permintaan.
OPEC juga akan menyetujui kembalinya Indonesia ke organisasi itu setelah enam tahun absen karena ekonomi terbesar di Asia tenggara ini menjadi net importir minyak.
Kembalinya Indonesia dipandang sebagai cara bagi negara yang kaya sumber daya itu untuk mengakses pasokan minyak lebih murah, karena permintaan lokal melonjak sementara produksi dalam negeri jatuh.
(Uu.A026)
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2015