Jakarta (ANTARA News) - Kaum miskin di dunia yang jumlahnya 3,5 miliar orang sejatinya hanya memberikan porsi kecil yaitu 10 persen saja pelepasan keseluruhan emisi karbon. Ironisnya, mereka justru menjadi pihak yang paling terdampak oleh bencana angin topan, kekeringan dan bencana alam akibat perubahan iklim.
Dalam laporannya bertajuk “Extreme Carbon Inequality” yang dirilis di tengah perbincangan iklim di Paris, Rabu, Oxfam juga mengungkap fakta bahwa 10 persen orang-orang kaya dunia justru bertanggung jawab atas separuh dari keseluruhan emisi karbon.
Laporan Oxfam itu menggambarkan gaya hidup terkait konsumsi emisi terbaru dari warga negara terkaya dan termiskin di negara-negara berbeda.
"Perubahan iklim dan ketidakadilan ekonomi entah bagaimana, terkait dan secara bersama menghadapi tantangan terbesar di abd ke-21," kata Kepala Kebijakan Iklim dan Pangan Oxfam Tim Gore, dalam siaran pers yang diterima ANTARA News, Rabu.
"Paris harus memulai membangun ekonomi yang manusiawi bagi semua bukan hanya untuk orang kaya atau terkaya dan para pengemisi tertinggi, tetapi juga untuk orang tak punya, termiskin, orang yang tidak seharusnya bertanggung jawab atas terjadinya perubahan iklim tetapi menjadi yang paling rentan atas dampaknya," sambung dia.
Laporan itu memperjelas adanya ketidakadilan dalam tanggung jawab terkait emisi karbon secara global didalam dan diantara negara. Misalnya, total emisi separuh penduduk termiskin di China, sekitar 600 juta orang, hanya sepertiga total emisi yang dilepaskan 10 persen orang terkaya di Amerika yang jumlahnya 30 juta orang.
"Si kaya, pengemisi karbon tertinggi harus dihitung untuk emisi yang mereka lepaskan, tak peduli dimana mereka tinggal. Tetapi sangat mudah untuk melupakan negara dengan pertumbuhan ekonomi yang cepat juga menjadi tempat tinggal mayoritas penduduk termiskin dan sementara mereka harus melaksanakan bagian tanggung jawab mereka secara adil, adalah negara kaya yang semestinya menunjukkan jalan itu," kata Gore.
Laporan itu disokong oleh Lucas Channer dan Thomas Picketty penulis bersama “Carbon and Inequality from Kyoto to Paris”, dari the Paris School of Economics. Laporan tersebut juga disokong Mary Robinson, Presiden dari the Mary Robinson Foundation–Climate Justice.
Seperti yang disebutkan dalam laporan Bank Dunia baru-baru ini, orang termiskin adalah juga mereka yang paling rentan dan paling tidak siap untuk menghadapi efek perubahan iklim, tanpa memandang batas negara.
“Ketidakadilan karbon ekstrem harus dihapuskan. Setiap kesepakatan harus menghidupkan kemungkinan untuk menjaga pemanasan global tidak melebihi 1,5 derajat celcius dan menyediakan penggalangan yang luar biasa atas pendanaan iklim untuk menolong kaum termiskin dan komunitas rentan untuk beradaptasi dengan perubahan iklim,” ujar Gore.
Oxfam juga mengimbau kesepakatan Paris untuk menghargai kebutuhan untuk mengganti kerugian dan kerusakan akibat dampak perubahan iklim yang sebenarnya memungkinkan untuk diaptasi. Juga meyakinkan proyek-proyek dan aksi iklim menghargai hak asasi manusia dan kesetaraan gender.
Pewarta: Arindra Meodia
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015