Jakarta (ANTARA News) - Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) meminta Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) segera membentuk panel etik, untuk mengusut dugaan pelanggaran kode etik oleh Ketua DPR Setya Novanto.
Formappi mengutip Peraturan DPR Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Beracara Mahkamah Kehormatan DPR dijelaskan pembentukan panel etik dapat dilakukan oleh MKD jika ada potensi pelanggaran etik berat yang bisa berujung pada pemberhentian seorang anggota Dewan.
"MKD sesungguhnya punya mekanisme untuk membentuk panel etik, akan tetapi MKD tak mau melakukannya. Saya kira tak perlu menunggu lama untuk pembentukan panel etik," ujar peneliti Formappi Lucius Karus di Jakarta, Selasa.
Lucius mengatakan publik sudah bosan menyaksikan "tarik-menarik politik" yang disuguhkan MKD dalam memproses kasus dugaan pelanggaran kode etik Ketua DPR. Upaya persidangan yang dilakukan MKD, menurut Lucius, akan sia-sia jika hanya memicu amarah publik.
"Karena itu sudah tepat, MKD menginisiasi pembentukan panel etik sekarang. Panel etik bisa merupakan pintu masuk bagi sebuah proses yang independen dan bermartabat di MKD," jelasnya.
Lucius Karus mengatakan panel etik bisa dipercaya untuk bisa menyelesaikan kasus ini karena ada kehadiran empat unsur masyarakat di dalamnya.
Selain itu, Formappi juga mendorong Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera bergerak menyelidiki kasus ini dari sisi hukum, guna melihat ada tidaknya pelanggaran hukum dalam kasus ini.
Berkaitan panel etik yang dapat dibentuk MKD, mekanismenya telah diatur dalam sejumlah pasal di Peraturan DPR RI Nomor 2 Tahun 2015.
Seperti dikutip dalam situs resmi www.DPR.go.id, penggalan aturan tata cara pembentukan tim panel etik oleh MKD antara lain;
Pasal 40
(1) MKD membentuk Panel untuk menangani kasus pelanggaran kode etik yang bersifat berat dan berdampak pada sanksi pemberhentian Anggota.
(2) Panel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas 3 (tiga) orang anggota MKD dan 4 (empat) orang dari unsur masyarakat.
(3) Anggota Panel yang berasal dari MKD dipilih dari dan oleh anggota MKD berdasarkan prinsip musyawarah dan mufakat.
(4) Apabila prinsip musyawarah dan mufakat tidak tercapai, 3 (tiga) anggota Panel yang berasal dari MKD dipilih berdasarkan suara terbanyak dan kemudian ditetapkan dalam keputusan MKD.
(5) Anggota Panel yang berasal dari unsur masyarakat harus memiliki integritas yang mewakili akademisi, tokoh masyarakat, tokoh agama,
dan/atau praktisi hukum.
(6) Pimpinan MKD menerima usulan bakal calon anggota Panel yang berasal dari unsur masyarakat secara terbuka.
(7) Bakal calon anggota Panel yang berasal dari unsur masyarakat diseleksi dan ditetapkan dalam rapat pleno MKD.
(8) Pembentukan Panel paling lama 10 (sepuluh) Hari terhitung sejak MKD memutuskan adanya dugaan pelanggaran Kode Etik yang bersifat berat terhadap Anggota.
Pasal 41
(1) Panel dipimpin oleh 1 (satu) orang ketua dan 1 (satu) orang sekretaris yang dipilih dari dan oleh anggota panel berdasarkan musyawarah dan mufakat.
(2) Panel melaksanakan tugasnya untuk menyelidiki dan memverifikasi dugaan pelanggaran Kode Etik yang bersifat berat.
(3) Panel melakukan persidangan secara tertutup.
(4) Panel berhak memanggil saksi dan ahli serta menghadirkan barang bukti dalam persidangan.
(5) Panel dalam penetapan putusannya berbunyi;
a. menyatakan Teradu tidak terbukti melanggar; atau
b. menyatakan Teradu terbukti melanggar.
(6) Putusan Panel disampaikan kepada MKD untuk dilaporkan dalam rapat paripurna DPR.
(7) Panel bekerja paling lama 30 (tiga puluh) Hari dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali.
Ketua DPR Setya Novanto dilaporkan Menteri ESDM Sudirman Said ke MKD atas dugaan melanggar kode etik dengan terlibat dalam proses perundingan kembali perpanjangan kontrak PT Freeport.
Novanto dituding melakukan pencatutan nama Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla serta disebut-sebut meminta saham dalam proses itu. Kini MKD sedang berupaya menggelar persidangan atas dugaan pelanggaran etik itu, namun terkendala pada masalah legal standing pelaporan dan hal lainnya.
Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015