Jakarta (ANTARA News) - Sang Proklamator dan Presiden pertama Republik Indonesia Soekarno berdiri gagah di atas podium di Gedung Merdeka, Bandung, Jawa Barat.
Dia mengenakan setelan jas putih lengkap dengan kopiah khas Indonesia.
Dengan suara lantang dan lugas, dia membacakan pidato berjudul "Let a New Asia and New Africa be Born".
Melalui pidato tersebut dia mengajak para peserta sidang Konferensi Asia Afrika untuk bersama-sama membangun Asia-Afrika baru yang bebas dan damai serta tidak terikat pada blok manapun.
Presiden Soekarno juga menganjurkan perlunya menjaga persatuan antar bangsa-bangsa di Asia dan Afrika serta mencari jalan ke arah perdamaian untuk seluruh umat manusia.
Pidato tersebut lantas disambut riuh tepuk tangan yang menggema di Gedung Merdeka dari seluruh delegasi dan peserta konferensi yang hadir.
Cuplikan demi cuplikan gambar bergerak yang menghadirkan kembali "euforia" penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika (KAA) 18 - 24 April 1955 tersebut terkemas dalam arsip film yang disimpan oleh Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI).
Arsip tersebut dijaga dengan baik karena merupakan warisan dokumenter yang dimiliki bangsa Indonesia.
Arsip film yang kini tersimpan rapi dalam ruangan dengan suhu yang terjaga kelembapannya di Kantor ANRI tersebut menjadi bukti sejarah bahwa Indonesia pernah menjadi bagian penting dalam pelaksanaan KAA.
Dalam arsip film tersebut juga, dapat disaksikan kedatangan para delegasi di antaranya Perdana Menteri Tiongkok Chou En Lai, Perdana Menteri Mesir Gamel Abdul Naser, Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru hingga Perdana Menteri Srilanka Sir John Kotelawala.
Dalam arsip film tersebut, juga diperlihatkan sambutan hangat dari masyarakat yang berdiri di sepanjang jalan Asia - Afrika pada saat para delegasi melakukan langkah bersejarah "The Bandung Walk".
Kepala ANRI Mustari Irawan menjelaskan, Indonesia memiliki arsip KAA berupa dokumen, gambar atau foto, hingga dalam bentuk film.
"ANRI menyimpan arsip KAA dalam berbagai bentuk dan media yaitu arsip foto sebanyak 565 lembar, arsip film sebanyak tujuh reel dan arsip tekstual sekitar 37 berkas atau 1.778 lembar," katanya.
Arsip KAA, kata dia, adalah rekaman konferensi yang diikuti lebih dari 200 delegasi yang berasal dari 29 negara Asia Afrika yang menghasilkan sebuah deklarasi yang disebut sebagai "Dasa Sila Bandung".
"Deklarasi tersebut menjadi pendorong bagi bangsa-bangsa Asia dan Afrika untuk memperjuangkan hak-hak kemerdekaan dan kedaulatan," katanya.
"Spirit" Bandung, kata dia, juga menjadi tonggak sejarah munculnya kesadaran untuk membentuk Gerakan Non-Blok yang berfungsi sebagai penyeimbang dan penawar dominasi blok Barat dan Timur pada masa pertengahan hingga akhir abad 20, hingga runtuhnya negara Uni Soviet.
Arsip KAA maupun arsip Gerakan Non-Blok, kata dia, memiliki signifikansi dan nilai internasional yang sangat tinggi sehingga menjadi warisan sejarah yang tidak ternilai harganya.
Oleh karena itu, ANRI mengajukan arsip KAA yang dimiliki bangsa Indonesia untuk menjadi Memory of The World (MoW).
MoW adalah program yang dibentuk oleh Badan PBB yang membidangi Pendidikan Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan (UNESCO) dengan tujuan meningkatkan kesadaran masyarakat di seluruh dunia akan eksistensi dan makna warisan budaya yang terdokumentasi.
"Selain itu, untuk memfasilitasi proses preservasi warisan budaya dengan teknik-teknik paling maju dalam rangka mempromosikan akses universal," katanya.
Tujuan ANRI mengajukan arsip KAA menjadi MoW adalah untuk menjadikan arsip bersejarah tersebut menjadi milik dunia, agar dapat dilestarikan dan terjaga dengan baik.
Pasalnya, arsip-arsip yang telah menjadi MoW atau warisan dunia, harus disimpan dengan baik agar dapat dipelajari dan diakses oleh masyarakat internasional.
Warisan Dunia
Pada Oktober 2015, berdasarkan sidang UNESCO di Abu Dhabi, arsip KAA resmi ditetapkan sebagai Memory of The World atau warisan dunia.
Hal tersebut menjadi salah satu pencapaian atas upaya ANRI dalam mengajukan arsip KAA sebagai warisan dunia sejak 2012.
Tentu saja hal itu menjadi kebanggaan tersendiri bagi bangsa Indonesia karena KAA akan menjadi ingatan bersama negara-negara di Asia dan Afrika juga di seluruh dunia.
Sementara itu Presiden kelima RI Megawati Soekarnoputri pernah mengatakan bahwa dirinya sangat mendukung upaya menjadikan arsip KAA sebagai warisan dunia.
"Upaya ini sangatlah penting sebab menyelamatkan arsip dan dokumen KAA merupakan sebuah proses pencerahan," katanya.
Megawati juga menambahkan, KAA dan Gerakan Non Blok merupakan satu mata rantai perjuangan membangun peradaban dunia baru yang berkeadilan, aman dan damai.
"Melalui dua peristiwa tersebut, saya pernah mendengarkan secara langsung, suatu gagasan besar dari para pemimpin dunia terhadap pentingnya tatanan dunia baru yang terbebas dari segala bentuk penjajahan," katanya.
Selain itu, pengamat sejarah yang juga Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia dalam Kabinet Pembangunan VI pada masa Pemerintahan Presiden kedua RI, Soeharto, Wardiman Djojonegoro menambahkan, arsip merupakan bagian penting yang dimiliki suatu bangsa.
Dia menyebutkan bahwa pada saat ini ada empat warisan dokumenter lainnya yang juga telah diakui UNESCO sebagai MoW.
"Ada arsip VOC yang diakui pada tahun 2003, ada arsip La Galigo yang diakui pada tahun 2001, arsip Babad Diponegoro atau otobiografi Pangeran Diponegoro yang merupakan bangsawan jawa sekaligus pahlawan nasional Indonesia yang disetujui jadi MoW pada 2014 serta arsip tata pemerintahan negara atau Nagarakretagama yang diakui pada 2013," katanya.
Dia menjelaskan, dengan resminya KAA menjadi MoW atau warisan dunia, maka hal tersebut menjadi kebanggan dan sekaligus beban tersendiri bagi bangsa Indonesia.
Dia menambahkan, MoW menjadi kebanggan karena arsip KAA, yang memberi gambaran waktu, tempat, kejadian dan iklim politik dunia yang dikuasai dua blok pada masa itu telah menjadi warisan dunia.
"Namun sekaligus beban karena mengingat arsip tersebut telah menjadi milik dunia maka Indonesia dituntut untuk dapat menjaga arsip tersebut dengan sebaik-baiknya dan harus dapat membuka akses seluas-seluasnya agar mempermudah masyarakat internasional yang ingin mempelajari arsip tersebut," katanya,
Oleh Wuryanti Puspitasari
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015