Peneliti Indonesia yang terdata sekitar 250 orang dari 1 juta penduduk

Surabaya (ANTARA News) - Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir mengatakan hanya 0,09 persen Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dialokasikan untuk penelitian atau riset.

"Jumlah riset di Indonesia hanya 0,09 persen, jika dibandingkan dengan Thailand, maka selisih 0,6 persen, sedangkan untuk Malaysia selisih 0,91 persen," katanya dalam satu seminar di Universitas Airlangga, Surabaya, Sabtu.

Ia mengatakan, 84 persen dari angka 0,09 persen itu disumbangkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), padahal di negara maju riset selalu didukung dunia industri.

"Peneliti Indonesia yang terdata sekitar 250 orang dari 1 juta penduduk, yang berarti jumlah peneliti tersebut tentu saja terlalu kecil dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia yang mendekati 240 juta jiwa," papar Nasir.

Jumlah peneliti Indonesia yang terdaftar di LIPI ada 8 ribu orang dan 16 ribu peneliti bekerja di perguruan tinggi, sementara peneliti di bawah naungan institusi swasta belum dipastikan jumlahnya.

"Harus ada komitmen antara peneliti dengan perguruan tinggi supaya riset yang dihasilkan bisa mempunyai makna, dengan cara hilirisasi kepada industrialisasi, atau lebih bagus lagi bekerja sama dengan pihak pemerintah setempat," terangnya.

Ia mencontohkan bahwa Unair memiliki Fakultas Farmasi, dimana 92 persen obat-obatan dibeli dari luar negeri, jika hal itu memicu dosen atau mahasiswa membuat riset, maka harga obat-obatan di Indonesia bisa ditekan.

"Jika kemudian dosen atau mahasiswa bisa memanfaatkan hasil bumi untuk menjadi bahan baku obat, maka hasilnya akan sangat bermanfaat dan bisa menekan harga obat-obatan yang dinilai sangat mahal," jelasnya.

Rektor Universitas Airlangga Moh. Nasih menyatakan kampusnya siap menghasilkan riset yang bermanfaat bagi masyarakat.

"Kami juga siap menjadi pusat penelitian di Indonesia timur," tandas dia.

Pewarta: Indra Setiawan/Laily Widya
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2015