Jakarta (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta pemerintah daerah menjadi ujung tombak dalam perumusan konsep kebijakan mengenai percepatan pembangunan di Papua. Pernyataan tersebut dikemukakan oleh Menko Polhukam Widodo AS seusai rapat koordinasi Kabinet Indonesia Bersatu di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Rabu. "Dalam rapat ada arahan-arahan dari Presiden bagaimana konsep kebijakan dimatangkan dengan mengedepankan pemerintah daerah dalam menyusun rencana aksi, lalu apa yang dibutuhkan dalam keterlibatan pemerintah pusat," katanya. Widodo mengatakan bahwa peranan pemerintah daerah perlu dikedepankan karena pada hakikatnya pemerintah daerahlah yang paling mengetahui permasalahan-permasalahan mendasar. Oleh karena itu, lanjut dia, konsep pembangunan dan peningkatan kesejahteraan itu didasarkan kepada rencana induk dan rencana aksi yang disusun pemerintah daerah dan kemudian bagaimana pemerintah pusat memberikan dukungan pada konsep yang disusun pemerintah daerah itu. "Beberapa aspek yang disentuh dalam percepatan pembangunan di Papua ada tiga hal," ujarnya. Ketiga hal itu adalah mengenai masalah infrastruktur dasar, pengembangan perkebunan kelapa sawit dan kebijakan khusus tentang pengembangan sumber daya manusia Papua. "Masalah infrastruktur dasar penting agar ada keterlibatan akses ke wilayah-wilayah terpencil ... menyentuh kepada rakyat," ujarnya. Sedangkan pengembangan perkebunan kelapa sawit diharapkan menjadi kebijakan penyerapan tenaga kerja dan pengurangan kemiskinan. Sementara itu Gubernur Irian Jaya Barat Abraham Ataruri mengatakan bahwa sejumlah masalah yang dihadapi rakyat Papua antara lain pemerataan akses kesehatan dan pendidikan akibat infranstruktur yang belum memadai. Dia juga mengatakan bahwa upaya percepatan pembangunan diharapkan dapat melibatkan semua warga Papua sehingga diperlukan peningkatan sumber daya manusia. Sementara itu Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal Syaifullah Yusuf mengatakan bahwa pihaknya masih terus mengidentifikasi program-program yang masih bisa ditindaklanjuti.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007