"Saya salah satu orang yang aktif di media sosial dan banyak saya temukan bentuk-bentuk black campaign itu terjadi di medsos, tapi kenapa tidak ditindaki," jelas Luthfi Andi Mutty di Makassar, Jumat.
Dia mengatakan, banyaknya kampanye hitam yang beredar luas melalui media sosial juga termasuk salah satu bentuk lemahnya pengawasan.
Lebih lanjut Luthfi meminta kepada Panwaslu agar tidak terpaku pada pengawasan di dunia nyata saja atau di lapangan.
"Maksimalkan pengawasan itu jangan mengesampingkan black campaign melalui media sosial itu karena dampaknya sangat besar. Facebook adalah medsos terbesar dan hampir semua orang punya akun ini," katanya.
Menurut Luthfi, sekarang ini media sosial sudah digunakan untuk menghujat, memfitnah, dan melakukan black campaign. Buntutnya jelas dapat menimbulkan konflik vertikal dan horisontal di Pilkada nanti.
"Kenapa Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Bawaslu ataupun Panwaslu tidak menggunakan surat edaran Kapolri tentang hate speech. Itu kan bisa digunakan agar hujatan dan black campaign di media sosial dapat diminimasilir," terangnya.
Mengenai peta kerawanan Pilkada di sejumlah daerah di Sulsel, Luthfi menyatakan sepakat jika Kabupaten Gowa, Luwu Utara, dan Luwu Timur masuk dalam zona merah. Dasarnya, setiap pelaksanaan Pilkada, di tiga kabupaten tersebut kerap menimbulkan konflik.
"Saya setuju sekali kalau Gowa dan Luwu itu masuk zona merah. Sebab Pemilu apapun yang dilaksanakan di kabupaten tersebut pasti akan menimbulkan konflik," sebutnya.
Menanggapi hal itu, Ketua KPU Sulsel, Iqbal Latief memang mengaku kesulitan dalam mengawasi media sosial yang menyuarakan hujatan, fitnah, dan back campaign menjelang Pilkada. Menurut dia, yang dapat terpantau itu media sosial jika akun tersebut terdaftar di KPU dan Panwaslu.
"Di luar dari itu, kami sulit melakukan pengawasan," katanya.
Pewarta: Muh Hasanuddin
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015