Fayakhun Andriadi, founder FA Policy Maker dalam siaran persnya di Jakarta, Jumat, mengatakan Surabaya salah satu kota dengan tingkat penggunaan media sosial yang tinggi di Indonesia. Warga kota ini sangat aktif menggunakan media sosial, seperti Facebook dan Twitter. Jadi, tak heran jika dinamika isu Pilwakot Surabaya di media sosial cukup tinggi.
Soal performa pasangan Risma-Wisnu yang sangat dominan di media sosial, Fayakhun menjelaskan bahwa ini relevan dengan logika kerja media sosial. Selama ini, Risma merupakan salah satu tokoh dengan yang lekat dengan isu-isu yang bersifat publik. Mulai dari isu penutupan pusat lokalisasi Doli, pengelola Kebun Binatang Surabaya, hingga kontroversi pembangunan tol tengah Surabaya.
Dua kasus yang sangat populer terkait figur Risma adalah soal rencana pengunduran dirinya sebagai Walikota Surabaya pada awal tahun dan penetapannya sebagai tersangka pada Oktober yang lalu. Kedua isu ini membuat Risma menjadi figur yang tidak hanya diperbincangkan oleh para netizen di tingkat lokal Surabaya, tapi netizen seluruh Indonesia.
"Lekatnya Ibu Risma dengan isu-isu kepublikan atau yang berkaitan dengan hajat hidup warga Surabaya inilah yang membuat menjadi figurnya sangat populer di ranah media sosial. Kelekatan ini sudah berlangsung sejak 2 tahun terakhir ini. Isu apapun yang melekat kepada sosok Ibu Risma, selalu menjadi ‘hot political issue’ yang menembus batas regional Surabaya. Netizen gandrung untuk mengomentarinya. Kalau dianalogikan dengan media elektronik, Ibu Risma ini ibarat presenter yang programnya memiliki rating yang tinggi," kata Fayakhun yang juga Doktor Ilmu Politik Digital itu.
Menurut Fayakhun, dilihat dari perspektif ini, sangat logis jika dalam perhelatan Pilwakot Surabaya ini, ‘lalu lintas’ pembicaraan tentang pasangan Risma-Wisnu ini jauh lebih tinggi dari kompetitornya. Risma menjadi buah bibir para netizen Surabaya. Dominasi pasangan Risma-Wisnu terlihat jelas di media sosial Twitter.
Monitoring FA Policy Maker menunjukkan 81,9 persen pembicaraan mengacu pada figur pasangan ini, sementara pasangan Rasiyo-Lucy hanya18,1 persen. Kedua pasangan memiliki persentase yang merata dalam hal buzzpemberitaan di media sosial. Tercatat, dari 6.960 buzz pasangan Risma-Wisnu, sebanyak 53,25 persen (4.239 buzz) direspon oleh para netizen.
Tone (nada) pembicaraan seputar pasangan ini juga dominan positif. Pasangan Rasiyo-Lucy juga mencatat persentase yang tinggi, yaitu 47,03 persen dari 1.750 buzznya di respon. Sayembara berhadiah Rp. 10 juta bagi “Penangkap Pelaku Politik Uang” yang diadakan pasangan Rasiyo-Lucy menjadi salah satu topik hangat yang mendapat respon positif para netizen.
Soal persentase buzz ini, Fayakhun menjelaskan: "Angka ini memberi pesan kepada kita bahwa di media sosial, kampanye kedua pasangan sama-sama efektif. Performa keduanya boleh dibilang sama-sama baik. Presisi kampanyenya di ranah digital tepat sasaran. Angka 50 persen membuktikan hal ini".
Namun demikian, Fayakhun menjelaskan bahwa meski dari sisi efektifitas kampanye, keduanya relatif setara. Namun segi bobot, pasangan Risma-Wisnu jauh lebih dominan. Buzz pasangan ini hampir 6 (enam) kali lebih tinggi dari pasangan Rasiyo-Lucy. Bobot yang berbeda jauh ini, jelas Fayakhun, tentu memberikan efek duplikasi dan repetisi perbincangan yang juga lebih tinggi kepada pasangan Risma-Wisnu.
Fayakhun menambahkan, ketertinggalan pasangan Rasiyo-Lucy seharusnya direspon oleh tim pemenangannya dengan menggenjot kampanye berbasis media sosial. Mereka seharusnya melipatgandakan penetrasinya di ranah yang sangat diminati pemilih pemula dan generasi muda ini. Karena hingga saat ini belum terlihat strategi massifikasi dari pasangan ini.
Secara umum, hasil monitoring FA Policy Maker ini menunjukkan bahwa di pentas media sosial, hingga saat ini pasangan Risma-Wisnu yang diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini masih jauh lebih unggul dari pasangan Rasiyo-lucy yang diusung Partai Demokrat dan Partai Amanat Nasional (PAN).
Pewarta: Ruslan Burhani
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2015