Bogor (ANTARA News) - Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof Herry Suhardiyanto mengatakan buah nusantara lebih unggul dari rasa dan ragam dibanding dengan buah impor yang beredar di pasar saat ini.
"Buah nusantara ada sepanjang tahun, silih berganti, rasanya lebih enak dan beraneka raga," kata Herry disela rangkaian Festival Bunga dan Buah Nusantara (FBBN) 2015 yang resmi dimulai, Jumat.
Ia mengatakan seluruh jenis buah yang dapat tumbuh dan berproduksi optimal di seluruh wilayah Indonesia baik yang berasal asli dari Indonesia maupun negara lain, bahkan beberapa dari buah-buah produksi dalam negeri memiliki potensi ekspor yang besar.
"Dari catatan BPS periode 2009-2013, beberapa jenis buah yang memiliki produktivitas yang tinggi jika ditinjau dari produksi, luas panen, dan produktivitas buah," katanya.
Ia menjelaskan pertumbuhan buah mengalami peningkatan per tahunnya, buah manggis meningkat sebesar 26,76 persen per tahun, melon 13,58 persen, duku atau langsat 10,77 persen, belimbing 8,90 persen, salak 8,30 persen, pepaya 5,76 persen, nenas 4,79 persen, alpukat 4,73 persen, markisa 3,79 persen dan durian 3,77 persen.
"Walaupun nilai dan volume ekspor masih relatif rendah, hanya sekitar 1,39 persen dari produksi buah nasional. Indonesia telah mampu mengekspor buah nusantara dalam bentuk segar, kering dan olahan," katanya.
Pada tahun 2013, lanjutnya, Indonesia telah mengekspor buah segar dan kering sebesar 37,8 ribu ton dengan nilai 22,5 juta dolar AS dan buah olahan sebesar 187,9 ribu ton dengan nilai 172.7 juta dolar AS.
Nilai ekspor buah segar dan kering tersebut didominasi oleh kontribusi asam jawa sebesar 30,9 persen, manggis 25,5 persen, pisang 13,2 persen, salak 7,6 persen, mangga 6,3 persen, semangka 2,1 persen, jeruk lemon atau nipis 2 persen, rambutan 1,8 persen, alpukat 1,2 persen, melon 0,8 persen dan jambu biji 0,5 persen.
"Total nilai ekspor kesepuluh komoditas tersebut mencapai 91,9 persen dari total nilai ekspor buah segar dan kering Indonesia," katanya.
Sementara itu, lanjut dia, nilai ekspor buah olahan tahun 2013 didominasi oleh kontribusi satu komoditas yakni nenas. Total nilai ekspor nenas olahan mencapai 91,1 persen dari total nilai ekspor buah olahan Indonesia.
Lebih lanjut dikatakannya, impor buah Indonesia tahun 2013 mencapai 502,3 ribu ton dengan nilai 647,3 juta dolar AS untuk buah segar dan kering dan 27,7 ribu ton dengan nilai 46,9 juta dolar AS untuk buah olahan.
"Walau volumenya relatif besar, total impor buah Indonesia dibandingkan total volume produksi 2013 masih dikategorikan relatif kecil. Hanya sekitar 3,26 persen impor buah segar dan kering Indonesia," katanya.
Impor buah itu, lanjut dia didominasi oleh kontribusi apel 27,1 persen, jeruk 18,2 persen, peer 16,9 persen, anggur 16,3 persen, kelengkeng 10,3 persen, kurma 5,8 persen, buah naga 1,7 persen, kiwi 1,4 persen dan durian 1,1 persen.
"Total nilai impor sembilan komoditas tersebut mencapai 98,8 persen dari total nilai impor buah segar dan kering Indonesia di 2013," katanya.
Sedangkan impor buah olahan Indonesia didominasi jeruk 52,8 persen, anggur 10,5 persen, apel 7,4 persen, lecil/kelengkeng 3,5 persen, ceri 2,5 persen dan peach 1,9 persen. Dengan total nilai impor buah olahan keenam komoditas tersebut mencapai 78,6 persen dari total impor buah olahan Indonesia di tahun 2013.
"Ke depan kita harus terus berusaha meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi buah dalam negeri," kata Herry.
Herry menambahkan, Indonesia mempunyai posisi penting dalam produksi buahan di tingkat dunia, saat ini masuk peringkat 20 besar negara produsen untuk jenis alpukat, pisang, pepaya, nenas, jeruk jenis orange (jeruk siam) dan semangka serta gabungan mangga, manggis dan jambu biji.
"Indonesia termasuk peringkat lima besar produsen rambutan dan salak tingkat dunia," katanya.
Menteri Koperasi dan UKM, Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga yang hadir dalam pembukaan rangkaian FBBN 2015 mengingatkan, 42 persen pangsa pasar Masyarakat Ekonomi ASEAN ada di Indonesia. MEA bukanlah persaingan bebas, tetapi kerja sama yang saling menguntungkan dan tidak merugikan dengan menciptakan ketergantungan, dengan menjaga impor atau ekspor.
"Kita bisa tolak impor pepaya karena kita produsen pepaya. Begitu juga dengan ekspor, agar produksi kita meningkat jangan mengekspor buah yang di negara tersebut melimpah. Tapi apa yang tidak ada di negara itu kita suplai. Dengan begitu buah kita memainkan perannya di MEA," kata Puspayoga.
Pewarta: Laily Rahmawati
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2015