Jakarta (ANTARA News) - Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan proyeksi terburuk defisit anggaran 2015 bisa mencapai 2,7 persen terhadap PDB, bila penerimaan pajak tidak sesuai harapan.
"Itu 2,7 persen kalau worst case-nya," katanya di Jakarta, Jumat.
Menkeu mengatakan hal tersebut bisa terjadi dengan mempertimbangkan penerimaan pajak pada akhir tahun hanya mencapai kisaran 85 persen-87 persen atau jauh dari target dalam APBN-Perubahan Rp1.294 triliun.
Proyeksi penerimaan pajak tersebut telah mempertimbangkan shortfall dari pajak dan bea cukai yang maksimal mencapai Rp180 triliun, karena berbagai alasan, salah satunya akibat turunnya harga komoditas dunia.
Solusi yang disiapkan agar defisit anggaran tidak makin melebar adalah dengan menambah pembiayaan melalui penerbitan surat utang maupun menarik pinjaman dari lembaga multilateral yang sudah dipersiapkan sebelumnya.
"Kita menambah pembiayaan, sesuai dengan defisit. (Pinjaman) ini belum ditarik semua, tapi pokoknya sudah ada tambahan sesuai kebutuhan," ujar Menkeu.
Sebelumnya, defisit anggaran diperkirakan hanya melebar 2,23 persen terhadap PDB, dari proyeksi awal dalam APBN-Perubahan 2015 sebesar 1,9 persen terhadap PDB.
Kerja sama dengan BIN
Sementara, untuk mengatasi masalah administrasi pajak yang ikut menjadi alasan rendahnya penerimaan pajak tahun ini, Kementerian Keuangan telah melakukan kerja sama dengan Badan Intelijen Negara terkait informasi data intelijen.
"Kita memanfaatkan informasi mereka. Misalkan ada hal yang tidak beres terkait pembayaran pajak, barangkali mereka bisa memberi informasi tambahan. Data tambahan itu kita pakai untuk membereskan urusan pajak," kata Menkeu.
Menkeu mengharapkan dengan adanya data intelijen untuk mengawal penerimaan pajak, maka tingkat kepatuhan Wajib Pajak makin meningkat dan target penerimaan perpajakan 2016 yang diproyeksikan sebesar Rp1.546 triliun bisa tercapai.
Pewarta: Satyagraha
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2015