Jakarta (ANTARA News) - Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menilai manipulasi suara rawan terjadi saat pergerakan kotak suara dari tempat pemungutan suara (TPS) ke kantor kecamatan.

Pilkada serentak yang baru pertama kali dilakukan di Indonesia akan digelar pada 9 Desember nanti.

"Manipulasi suara terutama terjadi saat pergerakan dari TPS ke kecamatan, apalagi sekarang suara tidak dihitung di TPS (tingkat desa) tetapi di kecamatan," kata Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini, saat dihubungi ANTARA News, Jumat.

Menurut Titi, daerah yang paling rawan terjadinya maNipulasi suara terutama di daerah yang TPS-nya berjauhan dengan kantor kecamatan dan sulit dijangkau.

"Kalau daerah urban biasanya jarak TPS dekat tetapi kalau daerah yang pedalaman dan secara geografis berjauhan sulit dijangkau semakin berpotensi terjadi manipulasi suara," ujar Titi.

Oleh sebab itu, ia mengimbau agar tim pengawas Pilkada dapat bekerja secara optimal dalam mengawal pergerakan kotak suara. Tim Pengawas TPS bekerja sejak 23 hari sebelum hari pemungutan suara dan tujuh hari setelah pemungutan suara.

"KPU harus optimalisasi fungsi pengawas. Kalau dari sisi regulasi pengawalan Pilkada sudag sangat luar biasa dengan adanya pengawas di TPS, pengawas yang bergerak ke lapangan, di kecamatan, serta partisipasi masyarakat yang dibuka luas untuk pengawasan mengantisipasi titik rawan," jelas Titi.

Titi menambahkan sebaiknya KPU melakukan sosialiasi kepada masyarakat untuk turut mengawal Pilkada.

"KPU harus ajak masyarakat mengawal tidak hanya hitung di TPS, tetapi mengawal pergerakan hasil suara. Pada masa tenang juga praktek politik uang diduga akan meningkat, maka harus diantisipasi di titik-titik yang rawan," kata Titi.

Pewarta: Monalisa
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2015