Jakarta (ANTARA News) - Indonesia akan mengajukan tiga calon untuk menduduki jajaran direksi lembaga multilateral baru Bank Investasi Infrastruktur Asia (AIIB) yang akan beroperasi pada awal 2016, kata Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Sofyan Djalil.
"Kami masih pilih, persyaratannya juga akan cukup ketat," kata Sofyan Djalil di Jakarta, Jumat.
Selain dari jajaran pemerintah, kata Sofyan, tidak tertutup kemungkinan calon direksi yang diajukan berasal dari profesional non-pemerintah.
"Mereka nanti akan berkompetisi dengan calon dari negara pendiri lain," ujarnya, namun enggan mengungkapkan ketiga calon tersebut.
Sikap Indonesia yang akan mengajukan calon direktur AIIB, agar pemerintah memiliki peran cukup besar dalam pengambilan keputusan bank yang diinisiasi Tiongkok itu.
Sofyan mengatakan pemerintah membutuhkan alternatif sumber pendanaan yang lebih besar untuk pembangunan infrastruktur, mengingat anggaran pemerintah melalui APBN baru memenuhi 30 persen dari total kebutuhan pendanaan infrastruktur hingga 2019 yang sebesar Rp5.500 triliun.
Saat penandatangan artikel perjanjian AIIB Juli lalu, pemerintah menyebut akan menyetor modal sebesar 672,1 juta dolar AS, sekaligus menjadi pemegang saham terbesar ke-delapan dari 57 negara pendiri.
AIIB akan menjadi bank yang hanya berfokus pada infrastruktur, berbeda dengan Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank/ADB) dan Bank Dunia yang juga menyasar sektor pendidikan, lingkungan dan lainnya.
Indikasi Pinjaman dari AIIB
Sementara itu, Sofyan menyebut Indonesia akan mendapat pinjaman proyek dari AIIB pada kuartal III 2016, setelah proses revisi Daftar Rencana Pinjaman Luar Negeri atau Blue Book 2015-2019 senilai Rp39,9 miliar dolar AS rampung. Proyek-proyek yang akan didanai AIIB, kata Sofyan, akan tercantum dalam Blue Book baru tersebut.
Di tempat terpisah, Deputi Pendanaan Pembangunan Kementerian PPN Wismana Adi Suryabrata mengatakan indikasi awal pinjaman yang dapat ditarik dari AIIB sebesar 1 miliar dolar AS atau setara dengan Rp13,7 triliun (kurs 1 dolar AS:Rp13.739).
Indikasi itu berdasarkan kebutuhan pendanaan proyek yang diinginkan pemerintah melalui skema Results-Based Lending (RBL) atau pencairan pinjaman setelah tahapan pembangunan proyek selesai.
"Itu indikasi yang awal yang kami hitung, selanjutnya kita akan lihat kembali modalitas (AIIB)," ujar Wismana.
Bappenas mengharapkan pinjaman dari AIIB dapat disalurkan melalui skema RBL agar pemerintah memiliki keleluasaan dalam pelaksanaan proyek.
Misalnya, dalam pengadaan barang dan jasa proyek. pemerintah dapat menggunakan pasokan dalam negeri, tidak terbebani syarat untuk menggunakan sumber daya impor.
Dari data yang diperoleh Antara, sebanyak 31,9 miliar dolar AS nilai proyek dari total proyek senilai 39,9 miliar dolar AS di Blue Book sudah diminati kreditur. Sisanya sebesar 8 miliar dolar AS masih dijajaki untuk ditawarkan ke sejumlah kreditur, termasuk AIIB.
Negara atau lembaga mitra yang sudah menyatakan minatnya untuk mendanai proyek infrastruktur Indonesia adalah Jepang dengan tawaran sebesar 15 miliar dolar AS, Bank Pembangunan Asia, Bank Dunia, dan Bank Pembangunan Islam dengan total 11 miliar dolar AS.
Kemudian Jerman, Prancis, dan Spanyol yang total menawarkan pendanaan sebesar 5,9 miliar dolar AS.
Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2015