Jakarta (ANTARA News) - Pelayanan air minum di Indonesia masih buruk dibandingkan semua negara di Asia Tenggara sehingga masyarakat mengonsumsi air yang tidak layak, kata Direktur Eksekutif Persatuan Perusahaan Air Minum Indonesia Subekti.
Dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Rabu, Subekti mengatakan akibat pelayanan yang buruk, maka akses air minum untuk masyarakat yang aman baru 68,8 persen pada 2015.
Jumlah tersebut, kata dia, terdiri atas air minum perpipaan sebesar 25 persen dan nonperpipaan 43,8 persen.
Menurut Subekti, kendala yang dihadapi pemerintah dalam pemenuhan akses air bersih untuk masyarakat, diantaranya untuk air baku adalah komitmen kepala daerah atas layanan publik air, permasalahan regulasi, listrik serta masalah utang.
"Sumber daya manusia juga menjadi persoalan mendasar selain masalah kebocoran air dan pendanaan," tutur dia.
Ia mengatakan berdasarkan RPJMN 2019, akses air minum ditargetkan aman 100 persen sehingga pihaknya mendorong pemerintah menghasilkan kebijakan pengelolaan sumber daya air untuk meningkatkan 27 juta sambungan pelanggan baru.
Sedangkan saat ini PDAM baru memiliki 10 juta pelanggan dengan tingkat layanan sekitar 25 persen.
Sementara itu, Wakil Ketua Forum Daerah Aliran Sungai Nasional Naik Sinukaban memperkirakan Indonesia akan berada dalam kondisi krisis air dilihat dari ketersediaan air bersih melalui jumlah sungai yang mengalirkan air bersih.
"Pada 2025 sebanyak 321 juta penduduk akan kesulitan mendapatkan air bersih, permintaan air bersih naik sebesar 1,33 kali, berbanding terbalik dengan jumlah penduduk yang kekurangan air," tutur dia.
Di sisi lain, ujar dia, cadangan air tanah atau "green water" di Indonesia hanya tersisa di dua tempat, yakni Papua dan Kalimantan.
Sinukaban mengatakan persediaan air tanah yang cukup akan mempertahankan kesuburan tanah serta penting menghindari bencana hidrologi, kekeringan.
Ia berharap Indonesia bisa mempertahankan volume air tanah sampai 65 persen sehingga siklus tanaman akan terpelihara dan sumber pangan akan melimpah.
Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015