"Saya mendengar dari media, KPK mau melakukan penelitian. Jadi paralel saja, tugas pemerintah menyiapkan info data, kalau diperlukan," katanya saat ditemui di Kantor Menko Perekonomian, Jakarta, Rabu.
Sudirman mengatakan, terkait hasil audit Petral tersebut, Kementerian ESDM juga sudah berkoordinasi dengan BPKP untuk menganalisa laporan dan menghitung potensi kerugian penerimaan negara serta mencari aspek pelanggaran hukum dari kasus itu.
"Selain berkoordinasi dengan BPKP untuk menganalisis laporan dan potensi kerugian penerimaan, ada tim hukum yang mulai bekerja untuk melihat aspek-aspek apakah ada pelanggaran hukum atau tidak," ujarnya.
Sudirman mengharapkan kasus Petral ini tidak terjadi lagi di kemudian hari, dan upaya pembenahan harus dilakukan termasuk oleh Pertamina, agar tata kelola migas tidak lagi menimbulkan kerugian terhadap negara.
"Yang paling penting bagi kita supaya yang dulu tidak terulang, karena itu Pertamina harus berbenah, saya kira mereka sudah mulai melakukan pembenahan cukup banyak," katanya.
Sebelumnya, KPK sedang menelaah hasil audit forensik terhadap Petral yang dilakukan oleh auditor dari Australia, Kordamentha, serta audit dari BPK, untuk mencari potensi pelanggaran hukum dan kerugian negara.
Salah satu hasil temuan dari lembaga auditor Kordhamentha yang baru diumumkan tersebut adalah adanya jaringan mafia migas yang menguasai kontrak suplai minyak senilai 18 miliar dolar AS selama tiga tahun.
Mafia tersebut diduga menguasai kontrak senilai enam miliar dolar AS per tahun atau sekitar 15 persen dari rata-rata impor minyak tahunan senilai 40 miliar dolar AS, sehingga Petral dan Pertamina tidak memperoleh harga optimal ketika melakukan pengadaan.
Petral sudah dibubarkan sejak 13 Mei 2015. Tugas Petral digantikan PT Pertamina Integrated Supply Chain (ISC Pertamina) sehingga diskon yang sebelumnya disandera pihak ketiga sudah kembali ke pemerintah dan perdagangan lebih transparan serta bebas.
Pewarta: Satyagraha
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2015