... satu-satunya, pertama dan terakhir, puisi buatan saya. Saya tidak bisa buat lagi karena itu lahir dari dalam jiwa...Ambon, Maluku (ANTARA News) - "Itulah satu-satunya, pertama dan terakhir, puisi buatan saya. Saya tidak bisa buat lagi karena itu lahir dari dalam jiwa," kata Wakil Presiden, Jusuf Kalla, di depan peserta Musyawarah Besar Masyarakat Maluku 2015, di Kota Ambon, Selasa.
Politisi senior itu, sebelum berkata demikian, memang membawakan satu puisi. Dan dia sendiri yang menulis puisi itu. Itu puisi, dia beri judul Ambonku, Ambon Kita Semua. Ambon milik semua orang.
Ambonku, Ambon Kita Semua dia bacakan untuk pertama kalinya pada 7 September 2004, ketika dia masih menjabat sebagai menteri koordinator bidang kesejahteraan rakyat, dalam upaya perdamaian atas konflik antarkelompok di Ambon.
Agaknya, nasib yang mengantar dia akrab dengan penyelesaian damai konflik, sebutlah konflik Ambon, Poso di Sulawesi Tengah, hingga Aceh.
Kalla saat itu mediator menuju Perjanjian Malino pada 2002, kesepakatan damai untuk konflik sejak 1999.
"Saya merasa bahagia dan bersyukur bisa hadir lagi dan bertemu kawan-kawan lama di sini. Dan semuanya tentu bahagia dengan upaya melanjutkan perjalanan bangsa ke depan," kata Kalla, dari panggung.
Dalam kesempatan itu, Kalla juga mengingatkan kepada seluruh masyarakat Maluku untuk tidak melupakan sejarah kelam konflik di masa lalu, sebagai pegangan untuk mewujudkan kehidupan lebih baik di masa datang.
Orang Belanda punya peribahasa pas untuk hal-hal seperti itu, yaitu Vergeven niet vergeten alias Forgiven not forgotten.
Berikut penggalan puisi Ambonku, Ambon Kita Semua itu:
Empat ratus tahun lalu dunia mencarimu. Dunia ingin hidup nyaman darimu.
Karena engkau adalah sumber keharuman.
Pala, fuli dan cengkeh dambaan mereka.
Karena itu dari jauh mereka datang padamu.
Lima tahun lalu engkau terkoyang.
Bangsa ini sangat tersayat dan dunia ikut tersentak.
Karena deritamu derita bangsa juga.
Kesulitanmu kesulitan kita semua. Ale rasa beta rasa.
Hari ini engkau bangun dengan senyum simpul. Bangsa juga turut tersenyum.
Kita semua lega dan berbesar hati. Kalau engkau senang kami bahagia.
Ale senang beta senang
Waktunya membangunan negeri ini.
Dengan semangat Pattimura yang perkasa itu.
Lupakan segala pedang dan batu itu.
Berikan kembali pena dan buku kepada Nyong Ambon.
Petik kembali cengkeh dan pancing kembali ikan...
Tabuh kembali tifa dan petika kembali gitar itu.
Dengan senyum bunyi tifa, gitar dan nyanyianmu...
Dunia akan lega, bangsa akan bangga.
Karena sumber keharuman dan kehidupan...
Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2015