"Penguatan nilai tukar rupiah masih dibatasi oleh sentimen dari harga minyak dunia yang masih tertekan hingga di bawah level 40 dolar AS per barel," ujar Analis dari Investa Saran Mandiri, Kiswoyo Adi Joe di Jakarta, Selasa.
Ia mengatakan bahwa Indonesia yang merupakan salah satu negara eksportir minyak akan berdampak negatif ketika harga minyak dunia turun, sehingga mata uang domestik akan melambat seiring dengan menurunnya harga minyak dunia.
Menurut dia, salah satu penopang nilai tukar rupiah saat ini yakni harapan ekonomi Indonesia yang masih memiliki fundamental positif. Diharapkan sentimen itu terjaga seiring dengan paket kebijakan ekonomi yang telah dikeluarkan pemerintah dalam beberapa waktu lalu.
"Jika harapan dari paket kebijakan ekonomi masih kuat maka peluang rupiah untuk melanjutkan penguatan lebih tinggi cukup terbuka di tengah masih tekanan harga minyak dan potensi kenaikan suku bunga acuan Amerika Serikat," katanya.
Sementara itu, Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra mengatakan bahwa prospek kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat pada bulan Desember nanti sejauh ini belum berubah seiring dengan serangkaian komentar pejabat the Fed yang optimistis.
"Para pemangku kebijakan AS semakin serius menaikan suku bunga acuan di bulan mendatang. Saat ini pasar sedang fokus terhadap laporan pertumbuhan domestik bruto kuartal ketiga AS, jika hasilnya optimis maka potensi dolar AS berbalik arah positif cukup terbuka," katanya.
Sementara itu, dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada hari Selasa (24/11) mencatat nilai tukar rupiah bergerak melemah menjadi Rp13.723 dibandingkan hari sebelumnya (23/11) di posisi Rp13.696 per dolar AS.
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2015