Tasikmalaya (ANTARA News) - Para pengusaha bordir asal Kota Tasikmalaya mulai berjualan di Pasar Tanah Abang Jakarta sejak Kamis lalu dan Senin (12/2), namun mereka mengaku omset penjualannya baru mencapai 50 persen. Bahkan tak sedikit dari mereka yang terpaksa membawa kembali barang dagangannya ke Tasikmalaya, padahal dalam keadaan normal mereka biasanya mampu meraup uang Rp2 miliar untuk setiap kali berjualan. "Kami sudah mulai berjualan sejak Kamis lalu (8/2), tapi masih belum pulih, karena memang sarana pasarnya masih banyak yang belum dibersihkan," kata Ketua Koperasi Gabungan Pengusaha Bordir Tasikmalaya (Gapebta) H Ridwan Rafiun kepada ANTARA News, di Tasikmalaya, Jabar, Selasa. Ridwan mengakui, transaksi di Pasar tanah Abang pasca banjir belum pulih 100 persen. Dia memperkirakan nilai transaksi yang terjadi di Pasar Tanah Abang dalam dua kali berjualan itu hanya baru mencapai 50 persen. Namun dia optimis, jika infrastruktur yang terganggu oleh banjir sudah pulih kembali, transaksi akan berjalan normal kembali. Apalagi, lanjut Ridwan, kondisi sarana transportasi di Jakarta pun mengalami kerusakan. "Jalur Kereta Api, listrik dan angkutan lainnya belum pulih. Jadi kami hanya memanfaatkan konsumen yang benar-benar telah membutuhkannya," papar Ridwan Menurut Ridwan, banjir yang melanda wilayah Jakarta sempat "Untuk menjaga agar barang tidak menumpuk terpaksa para pengusaha itu mencoba membuka kiosnya kembali di Pasar tanah Abang karena kalau terlalu lama tidak berjualan, selain barantg akan menumpuk, juga para perajinnya bisa kehilangan pekerjaan untuk sementara waktu." tandas Ridwan. Ditambahkan Ridwan, selama ini omset bordir Tasikmalaya di Pasar Tanah Abang mencapai Rp 2 miliar persatukali pasar yang setiap pekannya, pengusaha bordir Tasik melakukan transaksi pasar sebanyak dua kali yakni setiap Selasa dan Kamis. Dengan komposisi seperti itu, omset bordir Tasikmalaya setiap bulannya mencapai Rp16 miliar. Bahkan nilai itu akan bertambah, karena ada perluasan pasar ekspor yakni ke Brunei, Arab Saudi dan Malaysia, katanya.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007