Presiden Mali Ibrahim Boubacar Keita mengumumkan jumlah korban yang tewas dan menyatakan tujuh orang terluka dalam serangan yang diklaim oleh kelompok Al Mourabitoun dan Al Qaeda in the Islamic Maghreb (AQIM) tersebut.
Serangan Jumat di hotel Radisson Blu merupakan serangan terkini dalam serangkaian penyerangan mematikan tahun ini di Mali, yang selama bertahun-tahun bertempur melawan pemberontak yang berbasis di gurun utara.
"Malam ini jumlah korban meninggal banyak," kata Keita di televisi pemerintah, mendeklarasikan 10 hari kondisi darurat negara dan tiga hari duka nasional untuk korban.
Dia mengatakan dua anggota kelompok bersenjata tewas dalam kejadian itu.
Serangan itu merupakan kemunduran tajam bagi bekas kekuatan kolonial Prancis, yang menempatkan 3.500 tentara di bagian utara Mali dalam usaha untuk memulihkan stabilitas setelah pemberontakan etnis Tuaregs tahun 2012 yang kemudian dibajak oleh kelompok yang terkait al Qaeda.
Prancis juga menyorot pemimpin militan veteran Mokhtar Belmokhtar, yang kelompoknya, Al Mourabitoun, melancarkan serangan berbulan-bulan setelah dia dilaporkan tewas dalam serangan udara.
Menteri Keamanan Dalam Negeri Kolonel Salif Traore mengatakan pria-pria bersenjata melewati pertahanan petugas keamanan hotel pukul 07.00 dan melepaskan tembakan ke area hotel.
"Pertama saya kira pembajakan mobil. Kemudian mereka membunuh dua penjaga di depan dan menembak pria lain di perut dan melukainya dan saya tahu itu sesuatu yang lebih dari itu," kata Modi Coulibaly, ahli hukum Mali yang melihat awal serangan itu.
Serangan itu berakhir sekitar pukul 16.00 dan seorang pejabat Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan menurut hitungan awal petugas penjaga perdamaian yang menyisir hotel itu ada 27 mayat korban serangan.
Saat pasukan menyerbu hotel, televisi pemerintah menunjukkan mereka mengacungkan AK47 di lobi. Satu jasad tergeletak di bawah selimut coklat di bawah tangga ke atas.
Penjaga perdamaian melihat 12 mayat di ruang bawah tanah dan 15 lainnya di lantai dua, kata seorang pejabat PBB kepada kantor berita Reuters dengan syarat namanya tak disebut.
Ia menambahkan pasukan PBB membantu otoritas Mali menggeledah hotel.
Departemen Dalam Negeri Amerika Serikat menyatakan satu warganya tewas dalam serangan itu.
Gedung Putih menyatakan sedang mencari warganya di Mali, menawarkan bantuan untuk menyelidiki serangan itu dan meminta warganya membatasi pergerakan di sekitar Bamako.
Seorang yang bekerja di parlemen regional Belgia juga tewas. Sementara kantor berita Xinhua melaporkan tiga warga Tiongkok tewas dalam serangan itu.
Suara Tembakan
Suara-suara tembakan terdengar saat pria-pria bersenjata memasuki ruang demi ruang dan lantai demi lantai menurut sumber keamanan senior yang menyaksikan kejadian itu kepada kantor berita Reuters.
Beberapa orang dibebaskan oleh penyerang dan yang lain berhasil menyelamatkan diri atau diselamatkan oleh petugas keamanan.
Seorang sandera yang selamat, penyanyi Guinea, Sekouba "Bambino" Diabate, mengatakan dia mendengar dua penyerang berbahasa Inggris saat menggeledah ruang sebelah.
"Kami dengar tembakan dari daerah penerima tamu. Saya tidak berani keluar dari ruangan saya karena saya merasa ini bukan pistol sederhana - ini tembakan senjata militer," kata Diabate kepada Reuters lewat telepon.
"Penyerang memasuki ruangan di sebelah ruangan saya. Saya diam, bersembunyi di bawah tempat tidur, berusaha tidak menimbulkan suara," katanya.
"Saya dengan mereka bicara dalam Bahasa Inggris 'Did you load it?' (Kau sudah mengisinya?), 'Let's go' (Ayo pergi)."
Seorang petugas keamanan mengatakan sekitar sepuluh orang merangsek masuk ke gedung hotel meski perusahaan yang mengelola hotel itu, Rezidor Group, menyatakan bahwa hanya ada dua penyerang.
Al Mourabitoun mengklaim bertanggung jawab atas sejumlah serangan, termasuk serangan di satu hotel di kota of Sevare, 600 kilometer timur laut Bamako, pada Agustus yang menewaskan 17 orang termasuk lima staf PBB.
Salah satu pemimpinnya adalah Belmokhtar, yang dituduh melakukan serangan berskala besar di ladang gas Aljazair tahun 2013 dan pemberontakan-pemberontakan besar di Afrika Utara.
"Kepahitan dari Mali, kecongkakan Prancis, sama sekali tidak akan dilupakan," katanya.
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2015