Meulaboh, Aceh Barat (ANTARA News) - Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah tengah melakukan kunjungan kerja ke Meulaboh, Aceh Barat, 19-21 November 2015, namun selama berada di Bumi Rencong politisi Partai Keadilan Sejahtera itu menolak untuk memberikan komentar sama sekali mengenai polemik yang melanda sejawatnya, Ketua DPR Setya Novanto.
"Jangan saya lah, saya tidak mau berkomentar lebih lanjut soal itu, saya tahu pasti wartawan kejar saya soal itu karena saya sendiri yang belum banyak berkomentar soal itu. Jangan saya," kata Fahri usai meninjau pembangunan Universitas Teuku Umar, Meulaboh, Kamis (19/11).
Bahkan saat dimintai konfirmasi terkait berita yang disiarkan kantor berita Reuters, Jumat, mengenai mundurnya Novanto dari kursi kepemimpinan di Senayan dengan mengutip pernyataan dari politisi senior Partai Golkar Fahmi Idris, Fahri juga tetap menolak berkomentar.
"Tidak usah, saya tidak usah dimintai komentar soal itu," kata Fahmi seraya bergegas kembali memasuki mobil dinasnya yang bernomor polisi RI 56 itu usai menemui kader dan simpatisan PKS kawasan Barat Selatan Aceh di Meulaboh, Jumat.
Reuters sempat memberitakan pernyataan Fahmi Idris yang menyebutkan bahwa Novanto telah mundur dari kursi Ketua DPR namun masih tetap sebagai kader partai berlambang beringin itu.
Akan tetapi satu jam berselang, Reuters menyiarkan berita lain yang memuat pernyataan ralat dari Fahmi Idris, yang kali ini mengatakan bahwa Novanto masih tetap menjabat Ketua DPR dan Golkar sebagai partai politisi itu bernaung tetap mendukung Novanto dalam polemik yang kini bergulir hingga ke Majelis Kehormatan Dewan tersebut.
Setiap dimintai komentar soal etis tidaknya tindakan Novanto yang diduga mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam renegosiasi kontrak Freeport sebagaimana terbeber dalam rekaman yang diserahkan Staf Khusus Menteri ESDM, Said Didu, Fahri justru memilih mempertanyakan kapasitas orang-orang yang melakukan rekaman percakapan tersebut.
Fahri mengatakan secara hukum di Indonesia pihak yang memiliki hak untuk melakukan rekaman pembicaraan dan menyebarkan hasilnya tanpa meminta persetujuan orang-orang yang terlibat dalam pembicaraan tersebut hanyalah penegak hukum semata seperti Kepolisian, Kejaksaan atau Komisi Pemberantasan Korupsi.
Pewarta: Gilang Galiartha
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2015