Jakarta (ANTARA News) - Bank Indonesia (BI) menganggap tren pelemahan rupiah dalam sepekan terakhir masih dalam batas wajar dan terjadi karena faktor ekonomi global.
Gubernur BI Agus Martowardojo di Jakarta, Jumat, mengatakan secara umum kondisi rupiah memang tertekan karena risiko pasar tinggi yang didorong oleh rencana kenaikan suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat (The Federal Reserve).
"Selain itu ada pula pernyataan bahwa negara-negara besar akan mulai meninggalkan periode bunga rendah, otomatis itu membawa periode risk off dan tentu ada tekanan ke rupiah," ujar Agus.
Berdasarkan kurs tengah BI, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dalam sepekan terakhir terus bergerak di atas level Rp13.700 per dolar AS. Pada Jumat, nilai tukar rupiah mencapai Rp13.739 per dolar AS.
Pada Rapat Dewan Gubernur Selasa (17/11), BI memutuskan untuk kembali mempertahankan BI rate 7,5 persen, dengan suku bunga Deposit Facility 5,5 persen dan Lending Facility pada level delapan persen.
Namun Rapat Dewan Gubernur memutuskan untuk menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) Primer dalam Rupiah, dari delapan persen menjadi 7,5 persen berlaku efektif sejak 1 Desember 2015
"Di RDG bulanan kemarin kan ada penyesuaian posisi moneter di mana kami memberi GWM rendah untuk yang primer, tentu itu jadi respons," kata Agus.
Agus mengakui rata-rata nilai tukar rupiah pekan lalu lebih baik dibandingkan pekan ini. Pekan lalu rata-rata nilai tukar rupiah per dolar AS berada di level Rp13.600, pelemahan yang menurut dia masih dalam batas wajar.
"Kita lihat beberapa negara yang tertekan, depresiasi nilai tukarnya terhadap dolar AS sampai 21 persen, 40 persen. Untuk rupiah ini sampai kisaran 11 persen. Jadi saya lihat ini adalah sesuatu yang masih dalam batas wajar dan dapat diterima," ujar Agus.
Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2015