Surabaya (ANTARA News) - Paguyuban Pengrajin Keris Indonesia menyatakan keprihatinannya atas budaya keris yang dinilai masih dianggap sebagai barang Kejawen dikaitkan dengan ajaran spiritual asli leluhur tanah Jawa, yang dahulunya belum terkena pengaruh budaya luar.
"Awalnya, fungsi keris adalah sebagai senjata tikam, namun dalam perjalanannya bergeser sebagai status sosial bermuatan spiritual," kata Ketua Paguyuban Pengrajin Keris Indonesia, Empu Paong Fathurrahman dalam pameran Pekan Warisan Budaya dan Ekonomi Kreatif di Unair Surabaya, Kamis.
Ia mengatakan, dalam perjalanannya keris memang sebagai status sosial yang memiliki muatan spiritual sebagai "ageman" atau pusaka turun-temurun, sedangkan prosesi pembuatan keris, merupakan narasi ritual yang dilatari perlakuan esoteristik Kejawen.
"Jika memang tanggapan masyarakat keris merupakan barang spriritual kejawen, maka boleh saja, karena itu keris adalah ekspresi kultural sang empu dalam ibadahnya, namun bukan berarti meninggalkan warisan budaya Indonesia itu sendiri," ujarnya.
Menurut dia, sejak UNESCO mengukuhkannya sebagai warisan mahakarya dunia non-bendawi, maka nilainya melebihi nilai takar teknologi dan estetikanya, bukan dilihat dari spiritual maupun darimana warisan budaya itu berasal.
"Pengakuan itu hendaknya mendorong pemerintah dan masyarakat pecinta keris untuk berpartisipasi melestarikan keris, jika adanya dukungan komunitas keris dan upaya-upaya melestarikannya, maka akan menjadi dasar pertimbangan pengukuhannya sebagai warisan budaya dunia," paparnya.
Ia bersyukur atas adanya pameran ini sebagai bentuk kepedulian perguruan tinggi terhadap kebudayaan, khususnya keris karena selama ini ia lebih banyak melayani pesanan dari luar negeri dibandingkan dari dalam negeri sendiri.
"Kebanyakan dari Malaysia dan Singapura. Pesannya bisa sampai ratusan keris, mereka gunakan untuk souvenir pernikahan. Hal ini bisa terjadi karena paradigma masyarakat yang berfikir ke belakang, bahwa keris itu mistik, sakral, dan berbahaya," terangnya.
Zaman dulu, lanjutnya, memang ada keris sakti yang digunakan sebagai senjata. Jika ada yang berniat membunuh, tentu tidak hanya dengan keris saja, jadi tidak perlu menjadikan keris sebagai benda yang berbahaya, semua tergantung pada orangnya.
"Sejak dideklarasikan pada tahun 2006, paguyuban pengrajin keris ini mengalami perkembangan pesat. Dari yang awalnya 200 orang pengrajin, sekarang menjadi 648 pengrajin," ungkapnya.
Peningkatan ekonomi pengrajin, ia menambahkan juga mulai terlihat. Setiap tahun paguyuban ini menghasilkan uang hingga di atas Rp10 miliar.
"Harga sebuah keris bermacam-macam, mulai dari Rp500 ribu hingga puluhan juta rupiah, tergantung pada bahan dan kerumitan polanya. Paguyuban pengrajin keris bermarkas di Sumenep, Madura yang bekerjasama dengan pedagang keris di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jakarta untuk memasarkan produknya," tuturnya.
Di tengah gempuran budaya asing di Indonesia, pihaknya menyadari bahwa Indonesia memiliki budaya yang tidak kalah menariknya dengan budaya luar, bahkan lebih kaya dibandingkan dengan negara lainnya.
"Apabila kita tidak melestarikan kebudayaan Indonesia, akan ada pihak-pihak yang mengambil keuntungan dari hal tersebut. Selamat menikmati hasil kreativitas leluhur kita, dan selamat berkarya untuk generasi selanjutnya," tandasnya.
Pewarta: Indra/Laily
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2015