Jakarta (ANTARA News) - Ketua KPU RI, Husni Kamil Manik menjelaskan bahwa pilkada tidak hanya sebatas bersih dalam soal pendanaan atau penggunaan uang negara saja tetapi juga bersih pelaksanaannya sesuai dengan undang-undang serta peraturan yang mengatur mengenai tahapan pemilu itu sendiri.
"Pilkada bersih tidak hanya soal uang, pendanaan, dan sebagainya tetapi menyangkut juga hal-hal lain yang bersifat substantif seperti aturan yang berkaitan dengan pilkada atau hal lain yang mendukung pilkada bersih sesuai dengan asas pemilu Langsung, Umum, Bebas, dan Rahasia," kata Husni seperti dikutip dari laman resmi kpu.go.id di Jakarta, Selasa.
Hal tersebut, ia sampaikan dalam seminar yang diadakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) bertajuk "Membangun Pilkada Serentak Yang Bersih Dan Bebas Korupsi" di Kantor BPHN, Jakarta.
Selain Husni, turut duduk sebagai pembicara di antaranya Direktur Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini dan Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW), Donal Fariz.
Menurutnya, potensi korupsi yang terjadi pada pilkada itu sendiri dapat berkaitan dengan proses pemilu sebagai salah satu unsur rekruitmen politik sehingga diperlukan integritas baik dari peserta maupun penyelenggara pemilu itu sendiri.
Husni menjelaskan KPU sejak awal telah melakukan terobosan bagi jajarannya sebagai penyelenggara pemilu untuk tidak terlibat dalam hal korupsi dengan melakukan beberapa gerakan moral.
"Salah satunya dengan penandatanganan pakta integritas bagi para komisioner KPU dan pejabat sekretariatnya di seluruh Indonesia," katanya.
Ia menegaskan sejak awal pihaknya secara internal sudah membuat gerakan moral untuk setiap pejabat di KPU dari level komisioner sampai sekretariat dari pusat sampai dengan kabupaten/kota melakukan penandatanganan pakta integritas yang salah satu isinya tidak terlibat korupsi.
Sementara itu, Direktur Perludem Titi Anggraini meyakini bahwa tingginya biaya politik yang dikeluarkan oleh para pasangan calon dapat memicu potensi korupsi di daerah tersebut.
"Terobosan undang-undang yang mengatur tentang mahar politik maupun kampanye pasangan calon dirasa masih belum sempurna karena aturan yang ada dalam undang-undang tidak mengatur terkait sanksi saat pasal tersebut 'ditabrak' oleh pasangan calon," kata Titi.
Selanjutnya, menurut Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW), Donal Fariz pihaknya merasakan adanya ironi dalam pendanaan pilkada serentak ini, yaitu isu penyelewengan dana bantuan sosial (bansos) di daerah untuk pelaksanaan kampanye.
"Saat ini, ICW melihat meningkatnya anggaran bansos di beberapa daerah pilkada yang berbanding terbalik dengan laporan KPU di mana beberapa daerah dalam perjanjian dana hibah masih belum terpenuhi 100 persen," ucap Donal.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015