Jakarta (ANTARA News) - Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menyebut sebagai sebuah kesalahan jika mengkategorikan pondok pesantren sebagai sarang teroris karena di instutusi pendidikan Islam ini justru mengajarkan tentang arti toleransi di tengah keberagaman.
"Saya pikir tidak. Pesantren itu selalu memiliki ciri utama keberagaman pesantren. Keberagaman itu mencirikan tiga hal di manapun pesantren itu ada," kata Menag Lukman di Jakarta, Selasa.
Tiga hal dari keberagaman dalam pesantren, kata Lukman, di antaranya pesantren itu selalu mengajarkan nilai-nilai Islam yang moderat. Kemudian pesantren tidak mengajarkan nilai-nilai ekstrim dan terakhir pesantren mengajarkan tentang cinta Tanah Air.
"Jadi kalau ada orang yang menyatakan lembaga pendidikannya pesantren itu mengajarkan nilai-nilai ekstrim, itu bukan pesantren. Itu sekedar mengatasnamakan pesantren," katanya.
Pesantren, kata dia, tidak mengajar ekstrimitas tapi justru selalu tumbuh dengan rendah hati.
Lebih lanjut dikatakannya, sejatinya pesantren adalah yang mengajarkan nilai-nilai serta tidak mengklaim kebenaran itu hanya miliknya. Toleransi di dalam pondok pesantren dibangun secara luar biasa.
"Pesantren itu pasti cinta Tanah Air. Jadi kalau di tengah-tengah masyarkat ada orang yang mengatasnamakan pesantren lalu mengajarkan hal-hal yang bertolak belakang dengan ajaran Islam itu hanya mengatasnamakan Islam saja," kata dia.
Menurut Lukman, masyarakat sendiri bisa menilai sebuah lembaga pendidikan Islam itu disebut sebagai pesantren atau tidak dengan melihat sepak terjang institusi tersebut.
"Masyarakat sendiri yang akan menilai mana pesantren yang betul-betul pesantren dan mana yang hanya mengatasnamakan pesantren saja," katanya.
Sebelumnya diberitakan, Politikus PDI Perjuangan yang juga Direktur Eksekutif Megawati Institute Siti Musdah Mulia menuding sekolah Islam sebagai penyebab munculnya terorisme di Indonesia.
Musdah menyarankan agar sekolah-sekolah Islam termasuk pesantren untuk dikurangi karena menjadi tempat berkembangnya terorisme. ***4***
Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2015