Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang menelaah hasil audit forensik terhadap Pertamina Energy Trading Ltd (Petral) dalam pengadaan minyak pada 2012-2014.
"KPK sudah menerima audit Petral, dan sekarang sedang ditelaah," kata Pelaksana Harian (Plh) Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati di gedung KPK Jakarta.
PT Pertamina (Persero) menyerahkan audit tersebut pada Jumat (13/11) karena KPK meminta salinan hasil audit tersebut.
"Jadi posisinya begini, ada audit dari auditor Australia, dan ada juga audit BPK, kita sedang pelajari keduanya. Audit yang kemarin (diberikan) dari auditor Australia," ungkap Yuyuk.
Audit tersebut menurut Yuyuk biasanya mengenai kerugian keuangan negara, kesalahan yang menyebabkan terjadinya hal tersebut, siapa pejabatnya dan siapa yang dapat mendapat keuntungan dari proses tersebut.
"Bisa naik ke penyelidikan, sesuai dengan ranah KPK, tapi pasti kita telaah lagi, kita bandingkan dengan audit lain, misalnya, dengan audit BPK," jelas Yuyuk.
Menurut temuan lembaga auditor Kordha Mentha, jaringan mafia migas telah menguasai kontrak suplai minyak senilai 18 miliar dolar AS selama tiga tahun.
Menteri ESDM Sudirman Said sebelumnya sudah mengatakan bahwa potensi pelanggaran hukum dari audit itu akan diserahkan ke aparat penegak hukum. Sudirman juga mengaku bahwa hasil audit tersebut juga akan dijelaskan kepada Presiden Joko Widodo.
Sudirman juga menjelaskan bahwa ada pihak ketiga di luar bagian manajemen Petral dan Pertamina yang ikut campur dalam proses pengadaan dan jual beli minyak mentah maupun produk bahan bakar minyak (BBM), mulai dari mengatur tender dengan harga perhitungan sendiri, menggunakan instrumen karyawan dan manajemen Petral saat melancarkan aksi.
Akibatnya, Petral dan Pertamina tidak memperoleh harga yang optimal dan terbaik ketika melakukan pengadaan. Pihak ketiga tersebut sangat berpengaruh dalam perdagangan minyak mentah dan BBM serta membuat pelaku usaha dalam bidang tersebut mengikuti permainan yang tidak transparan.
Petral sendiri sudah dibubarkan sejak 13 Mei 2015 lalu, tugas Petral digantikan PT Pertamina Integrated Supply Chain (ISC Pertamina) sehingga diskon yang sebelumnya disandera pihak ketiga sudah kembali ke pemerintah dan perdagangan lebih transparan serta bebas.
Mafia tersebut diduga menguasai kontrak 6 miliar dolar AS per tahun atau sekitar 15 persen dari rata-rata impor minyak tahunan senilai 40 miliar dolar AS.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2015