Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi baru memperpanjang masa kerja jaksa Yudi Kristiana sebagai jaksa yang diperbantukan di KPK, untuk periode kedua, sehingga akan selesai pada 2019.

"Dalam kondisi saat ini, Pak Yudi masuk ke-4 tahun yang kedua per September kemarin, jadi baru September, Oktober, November baru tiga bulan masuk ke periode empat tahun kedua. Jadi masih ada masa kerjanya," kata pelaksana harian (Plh) Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriatidi gedung KPK Jakarta, Selasa.

Jaksa Utama Pratama Dr. Yudi Kristiana S.H, M.H yang saat ini menangani perkara suap kepada mantan Sekretaris Jenderal Partai Nasdem Patrice Rio Capella akan dimutasi menjadi Kepala Bidang Penyelenggara pada Pusat Pendidikan dan Pelatihan Manajemen dan Kepemimpinan Badan Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan Agung RI di Jakarta.

Surat Keputusan itu sudah ditandatangani oleh Jaksa Agung Muda Pembinaan Bambang Waluyo.

"Tapi saya bisa konfirmasikan sampai hari ini pimpinan KPK belum mendapat surat resmi mengenai hal tersebut. Masa kerja penyidik atau jaksa di KPK adalah 4 tahun kali dua periode jadi empat kali dua dan masih bisa diperpanjang dua tahun lagi," tambah Yuyuk.

Oleh karena itu, seharusnya Yudi Kristiana masih harus melanjutkan tugas di KPK hingga 2019. Saat ini pimpinan KPK pun masih menunggu surat resmi dari Kejaksaan Agung.

Sesuai Peraturan Pemerintah (PP) No 103/2012 tentang perubahan atas PP No 63/2005 tentang Sistem Manajemen Sumber Daya Manusia Komisi Pemberantsan Korupsi (SDM KPK) pada pasal 5 disebutkan masa penugasan Pegawai Negeri yang dipekerjakan pada Komisi selama 4 tahun dan dapat diperpanjang paling lama 6 tahun.

Perpanjangan dilakukan dalam 2 tahap. Tahap pertama paling lama 4 tahun dan tahap kedua paling lama 2 tahun, setelah pimpinan Komisi berkoordinasi dengan pimpinan instansi asal.

"Saat ini Pak Yudi masih menjadi jaksa KPK karena belum ada surat resmi yang menyatakan untuk menarik jaksa," ungkap Yuyuk.

Bila surat itu akhirnya diterima pimpinan KPK, menurut Yuyuk, KPK tidak akan terganggu kinerjanya.

"Jaksa KPK banyak dan bekerja dalam satu tim. Saya kira tidak akan mempengaruhi penuntutan ataupun apa yang dikerjakan teman-teman JPU di KPK karena semua dikerjakan dalam satu tim sehingga JPU KPK tidak bekerja sendiri. Mereka punya satu tim dan itu saya kira akan saling melengkapi timnya," tambah Yuyuk.

Sedangkan peneliti hukum Indonesia Corruption Watch Lalola Easter menduga bahwa penarikan Yudi Kristiana merupakan bagian dari upaya sistematis untuk pelemahan KPK.

"Hal ini merupakan bagian dari upaya sistematis pelemahan KPK dan terkait dengan kasus suap penanganan kasus bantuan sosial di Sumut yang melibatkan politisi, gubernur dan hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) di Medan," kata Lalola.


Dugaan pelemahan

Dalam catatan ICW saat ini KPK berupaya dilemahkan melalui jalur regulasi seperti revisi Undang-undang KPK, RUU KUHP, dan RUU KUHAP dan mekanisme lain di DPR seperti "fit and proper test" Capim KPK.

"Cara lainnya adalah orang-orang di KPK yang berpotensi dan progresif akan disingkirkan, baik dengan seolah-olah penegakkan hukum (kriminalisasi) maupun cara non hukum misalnya ditariknya penyidik atau penuntut KPK ke institusi asal dengan alasan promosi," tambah Lalola.

Padahal setelah kembali ke lembaga asal, mereka tidak lagi tangani kasus korupsi.

"Dikhawatirkan penarikan ini adalah titipan dari pihak-pihak tertentu yang terganggu dengan kerja-kerja KPK khususnya bidang penyidikan. Yudi baru kembali ke Kejaksaan seharusnya pada 2019, jadi ada yang janggal di balik promosi Yudi ke Kejaksaan Agung. Penarikan Yudi ini lebih tepat dibuang dari pada dipromosikan," jelas Lalola

Pimpinan KPK, menurut Lalola, sebaiknya melihat penarikan Yudi kembali ke Kejaksaan Agung sebagai upaya pelemahan KPK dan erat terkait dengan penanganan kasus suap Bansos di provinsi Sumut.

"Pimpinan KPK harus berani menolak penarikan ini karena alasan tenaga Yudi masih sangat dibutuhkan KPK," tegas Lalola.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2015