Chicago (ANTARA News) - Emas berjangka di divisi COMEX New York Mercantile Exchange berakhir naik pada Senin (Selasa pagi WIB), karena serangan teroris di Paris memicu investor untuk berpaling ke logam mulia sebagai aset "safe haven".
Kontrak emas yang paling aktif untuk pengiriman Desember naik 2,7 dolar AS, atau 0,25 persen, menjadi menetap di 1.083,60 dolar AS per ounce.
Emas naik tajam pada pembukaan pasar Senin karena investor secara cepat membeli logam mulia sebagai reaksi terhadap serangan teroris di Paris pada Jumat.
Para analis mencatat bahwa ekuitas Eropa dan Jepang keduanya jatuh pada Senin sebagai tanda bahwa pasar menilai serangan tersebut sangat serius.
Selain itu, sebuah laporan yang dirilis oleh Federal Reserve AS menunjukkan Empire State Index datang lebih buruk dari yang diperkirakan, memberikan dukungan tambahan untuk logam mulia. Indeks jatuh ke negatif 10,74 pada November.
Para analis mencatat bahwa pesanan tak terpenuhi berada di negatif 18,18, yang merupakan angka terendah tahun ini.
Meskipun naik tajam pada pembukaan pasar Senin, emas hanya mencetak kenaikan 0,25 persen. Para analis mengaitkan keterbatasan ini dengan potensi kenaikan suku bunga yang diperkirakan pada Desember.
Harapan awalnya untuk penundaan kenaikan suku bunga hingga 2016, tetapi pertemuan kebijakan The Fed pada akhir Oktober meninggalkan pintu terbuka untuk bank sentral menaikkan suku sebelum akhir 2015.
Peningkatan suku bunga The Fed mendorong investor menjauh dari emas dan menuju aset-aset dengan imbal hasil, karena logam mulia tidak mengenakan suku bunga.
Alat Fedwatch CMEGroup menunjukkan probabilitas tersirat saat ini untuk kenaikan suku bunga Desember adalah 68 persen. The Fed belum menaikkan suku bunga acuan dalam hampir 10 tahun terakhir, dan telah mendekati nol sejak krisis keuangan 2008.
Peningkatan dukungan terhadap emas juga dibatasi oleh kenaikan Indeks Dolar AS.
Perak untuk pengiriman Desember naik 1,8 sen, atau 0,13 persen, menjadi ditutup pada 14,222 dolar AS per ounce. Platinum untuk pengiriman Januari naik 1,8 dolar AS, atau 0,21 persen, menjadi ditutup pada 865,50 dolar AS per ounce. Demikian laporan Xinhua.
(A026)
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2015