Jakarta (ANTARA News) - Bogor menjadi kota paling kurang toleran di antara sepuluh kota di Indonesia dalam daftar Kota Toleran Terbawah 2015 Setara Institute.
Kota kedua yang menurut studi indeks Setara Institute kurang toleran dalam daftar itu adalah Bekasi, diikuti Banda Aceh, Tangerang, Depok, Bandung, Serang, Mataram, Sukabumi, Banjar dan Tasikmalaya.
Wakil Ketua Setara Institute Bonar Tigor Naipospos di Jakarta, Senin, mengatakan regulasi sosial Bogor dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah sebenarnya cukup baik tetapi indeksnya menjadi rendah karena beberapa kejadian yang mencerminkan intoleransi.
"Misal di Bogor, beberapa waktu ini banyak kejadian buruk soal GKI Yasmin dan Syiah, bahkan kita dengar juga bahwa pertemuan gerakan aliansi anti-Syiah akan difasilitasi pemerintah kota dan diadakan di gedung wali kota. Bagaimana mungkin pemerintah memfasilitasi kelompok-kelompok intoleran," katanya.
Bonar menambahkan ada korelasi yang kuat antara peraturan daerah, rencana pembangunan jangka menengah daerah, dan peristiwa yang terjadi di kota dengan hasil survei tersebut.
"Maka mengapa kota-kota itu bisa jadi kota terbawah dalam skor karena memang ada beberapa peristiwa yang terjadi di Bekasi, Tangerang, Depok, Mataram," ujar Bonar.
"Jadi saran kami adalah memang sebaiknya Menteri Dalam Negeri memberikan perhatian terhadap temuan ini dan mengambil langkah untuk koordinasi dengan pemkot-pemkot agar ada upaya lebih serius dalam perbaikan kebebasan beragama," katanya.
Bonar peristiwa terkait intoleransi menjadi penyumbang terbesar dalam penilaian tingkat toleransi suatu kota dalam studi indeks yang dilakukan Setara Institute sejak 3 Agustus hingga 13 November 2015.
"Kalau dalam hal regulasi, hampir tiap daerah tidak jauh berbeda. Makanya kenapa Pematang Siantar itu tinggi (nilai toleransi), karena peristiwa (intoleran) hampir tidak ada," ujar Bonar.
Setara Institute menempatkan Pematang Siantar, Salatiga, Singkawang, Manado, Tual, Sibolga, Ambon, Sorong, Pontianak dan Palangkaraya dalam daftar sepuluh Kota Toleran Teratas 2015 Setara Institute.
"Indeks yang pertama kali kami susun ini diharapkan bisa regular kami lakukan, tujuannya untuk mempromosikan kota-kota yang dianggap berhasil sehingga bisa menjadi pemicu kota-kota lain untuk bergegas membangun toleransi di wilayahnya," kata Direktur Riset Setara Institute Ismail Hasani.
Ia mengatakan pengukuran dalam studi tersebut dilakukan menggunakan paradigma negative rights sesuai dengan karakter kebebasan beragama yang merupakan bagian dari rumpun kebebasan sipil politik.
Setara membuat indeks berdasarkan empat variabel indikator yang meliputi regulasi pemerintah (RPJMD dan Perda Diskriminatif), tindakan pemerintah (pernyataan dan respons atas pemerintah), regulasi sosial (peristiwa terkait intoleransi), dan demografi agama (komposisi penduduk berdasarkan agama).
Semakin pemerintah tidak mencampuri urusan kehidupan bergama, menurut Ismail, maka akan semakin toleran suatu kota.
Pewarta: Monalisa
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2015