"Akan disampaikan dengan Tiongkok dalam APEC. Sebetulnya sudah kami sampaikan saat pertemuan dengan Mendag Tiongkok dalam G20 di Istanbul, dan akan kita tindak lanjuti," kata Thomas, di Manila, Senin.
Thomas yang kerap disapa Tom tersebut menjelaskan, terkait dengan arsitektur keuangan dunia, saat ini banyak negara mengalami ketergantungan yang berlebihan terhadap dolar Amerika serikat. Pada saat likuiditas dolar AS menciut, maka seluruh dunia mengalami kesulitan.
"Kita semua harus kerja keras supaya ada likuiditas pengganti seperti Euro dan Yen. Harus lebih agresif didorong, terutama Renminbi (Tiongkok)," ujar Tom.
Tom menjelaskan, diharapkan nantinya sebagian dari pembayaran transaksi khususnya impor dengan Tiongkok tidak lagi menggunakan dolar AS. Akan tetapi bisa langsung menggunakan mata uang rupiah.
"Kenapa, karena dengan adanya sarana Bilateral Currency Swap antara Bank Indonesia dengan Peoples Bank of China (PBOC), kita bisa menukarkan rupiah dengan renminbi secara langsung tanpa melalui dolar AS terlebih dahulu," ujar Tom.
Tom menjelaskan, jika rencana tersebut bisa dijalankan, maka nantinya akan bisa menghemat dolar AS dan tidak perlu tergantung lagi terhadap dolar AS untuk pembayaran impor. Nantinya akan jauh lebih mudah, karena ada arsitektur moneter antara kedua negara.
Menurut Tom, Tiongkok merupakan mitra dagang yang utama dan bukan hanya dengan Indonesia saja akan tetapi juga dengan 120 negara lainnya. Untuk Indonesia, impor per tahun kurang lebih sebanyak 30 miliar dolar AS, sementara ekspor sebesar 16 miliar dolar AS, sehingga Indonesia mengalami defisit sebesar 14 miliar dolar AS.
"Sarananya sudah ada dari beberapa tahun yang lalu, nilai nominalnya mencapai 15 miliar dolar AS. Namun, kemarin pada saat di Turki, Presiden Tiongkok menawarkan untuk diperbesar menjadi 20 miliar dolar AS," ujar Tom.
Menurut Tom, rencana tersebut diharapkan sudah bisa dijalankan mulai tahun 2016 mendatang, dan akan ada perubahan yang sangat besar, namun memang diperlukan waktu untuk sosialisasi dan penjelasan kepada masyarakat luas.
"Ini tidak bisa mendadak semuanya, secara bertahap nanti akan dialihkan. Tahun depan implementasi, tentunya bisa menjadi perubahan yang sangat besar," kata Tom.
Rangkaian pertemuan Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik atau APEC tahun 2015 di Manila, Filipina, akan dihadiri oleh 21 pemimpin ekonomi APEC dalam APEC Economic Leaders Week (AELW). AELW dihadiri oleh pejabat tingkat Senior, Pimpinan perusahaan, para Menteri Perdagangan, Menteri Luar Negeri, dan Pemimpin (Leaders) dari 21 ekonomi APEC.
Sepanjang pelaksanaan rangkaian pertemuan APEC 2015 dibahas berbagai isu mulai dari sistem perdagangan multilateral, perdagangan jasa, UMKM rantai nilai global, sampai dengan isu kesehatan, ketahanan energi dan anti korupsi.
Selain itu, terdapat beberapa isu utama yaitu upaya mewujudkan kawasan perdagangan bebas Asia Pasifik atau Free Trade Area of the Asia-Pacific (FTAAP), implementasi kesepakatan penurunan tarif barang lingkungan tahun 2015 atau APEC Environmental Goods List (EGs list), termasuk dua capaian yang ingin diwujudkan Filipina yaitu Boracay Action plan Agenda (BAA) dan APEC Service Cooperation Framework (ASCF).
Pewarta: Vicki Febrianto
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2015