Sekjen DPN PSI Raja Juli Antoni dalam siaran persnya di Jakarta, Minggu, menyampaikan sikap yaitu pertama tidak ada pilihan lain bagi pemerint Indonesia, unbtuk menetapkan "intoleransi" sebagai ancaman nasional.
Kedua, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Hukum dan HAM dan seluruh instansi terkait, agar segera menertibkan seluruh Peraturan Daerah yang bersifat intoleran.
Ketiga, PSI mengimbau agar Pilkada serentak yang akan berlangsung 9 Desember 2015 mendatang, tidak menggunakan isu-isu SARA sebagai argumentasi politik hanya untuk kepentingan mendulang suara. Penyelenggara Pemilu harus tegas melakukan diskualifikasi para calon yang terbukti menggunakan isu SARA dalam kampanye.
Keempat Hari Toleransi Sedunia juga menjadi sebuah media edukasi bagi seluruh warga dunia dalam mengakui dan menghargai hak serta keyakinan orang lain. Selain itu juga menjadi bentuk perlawanan dari sikap ketidakadilan, penindasan, rasisme, diskriminasi, hingga kebencian yang mengatasnamakan golongan agama tertentu.
Kelima, PSI menyatakan berdiri di garis depan untuk melawan praktik intoleransi. PSI mengambil ini sebagai garis perjuangan politiknya. Karena PSI sadar bahwa intoleransi adalah aksi separatisme yang paling nyata.
"Praktik separatisme yang akan mencerai-beraikan ikatan kebangsaan yang termaktub dalam cita-cita Proklamasi. Intoleransi adalah pemberontakan terhadap konstitusi negara berdaulat. Intoleransi adalah kejahatan kemanusiaan. Karenanya harus dihapuskan dari kamus kehidupan Bangsa Indonesia.," kata Juli Antoni.
Juli Antoni menambahkan, tepat satu tahun Partai Solidaritas Indonesia berdiri, digelar acara Kopi Darat Nasional (Kopdarnas) yang juga bertepatan dengan Hari Toleransi Sedunia, 16 November 2015, di di JCC Jakarta, simpul-simpul Pengurus PSI dari seluruh Indonesia menyuarakan keberpihakannya terhadap toleransi.
Pewarta: Ruslan Burhani
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015