London (ANTARA News) - Dari pecinta sepak bola sejak kecil menjadi jagal Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS), pria yang telah menjadi salah satu tokoh paling menghantui dalam gerakan ISIS itu tetap menjadi misteri bahkan setelah menjadi target kelas satu serangan udara AS.
Lahir dalam nama Mohammed Emwazi, orang Inggris bermasker yang mendadak terkenal dengan sebutan "Jihadi John" itu membuat jijik seluruh dunia karena eksekusi sadisnya terhadap beberapa pekerja bantuan asing dan wartawan di Suriah lewat kamera.
Orang yang pernah mengenalnya tak sedikit pun menyangka anak muda yang selama ini mereka kenal pendiam berkemauan keras ini berubah menjadi pembunuh berdarah dingin, sadis dan tak mengenal belas kasihan seperti digambarkan seorang mantan sandera.
Emwazi (27), lahir di Kuwait namun keluarganya pindah ke London saat dia berusia enam tahun. Dia tumbuh besar di North Kensington, area kelas menengah penuh pohon rindang di mana sebuah jejaring ekstremis islamis gentayangan sebelum tersingkap.
Sewaktu kecil dia adalah penggemar klub sepak bola Manchester United dan band pop S Club 7. Kesaksian ini diperoleh dari buku alumni sekolahnya pada 1996 yang kemudian diberitakan tabloid The Sun.
"Yang saya cita-citakan saat besar nanti adalah menjadi pemain sepak bola," tulis dia dalam buku itu.
Dia lalu berkuliah mengambil jurusan teknologi informasi pada Universitas Westminster. Kampus ini membenarkan bahwa ada orang dengan nama itu telah meninggalkan kampus enam tahun silam. Universitas ini mengaku terkejut dan jijik oleh prilaku alumnusnya ini.
Sebuah dokumen yang disiarkan Sky News menyebutkan bahwa hari kelahiran pria ini adalah 17 Agustus 1988, dan dia lulusan Manajemen Bisnis Sistem Informasi.
Aneh dan tak bersahabat
LSM Cage yang menerbitkan korespondensinya selama bertahun-tahun dengan Emwazi menyebut dia telah teradikalisasi sewaktu kunjungan pascakelulusan ke Tanzania pada 2009.
Emwazi mengaku kepada Cage bahwa perjalanan itu adalah lawatan liburan, namun dia kecewa malah dituduh pihak berwenang Inggris sedang berencana bergabung dengan Al-Shebab di Somalia.
Menyusul penahanan semalaman di bawah todongan senjata di Dar es Salaam, ibu kota Tanzania, Emwazi mengaku bahwa dia dan kawan-kawannya dipulangkan ke Inggris melalui Amsterdam, diinterogasi di pelabuhan. Kesaksian ini terungkap dari bukti korespondensi yang dirilis yayasan Cage yang berbasis di London itu.
Dia mendaku bahwa dinas intelijen Inggris berada di balik penahanan itu, bahwa mereka memintanya untuk menjadi mata-mata dan bahwa mereka mengancam dia akan menghadapi "banyak masalah" karena menolak tawaran mereka.
Atas saran ibu dan ayahnya yang pengemudi taksi, Emwazi terbang ke Kuwait untuk tinggal bersama dengan keluarga tunangannya dan bekerja di bagian IT, tulis Cage.
Dia mendapat akomodasi gratis untuk dua kali pulang kampung pada 2010 untuk menengok orang tuanya yang tinggal di sebuah rumah sederhana di tepi perumahan mewah di London barat.
Tetangganya, Elisa Moraise, berkata kepada Daily Telegraph bahwa Emwazi sejak itu menjadi "aneh dan tidak bersahabat".
Saat itu bertepatan dengan usaha dia kembali ke Kuwait setelah kunjungan pulang kampung keduanya ke London, pada Juli 2010, dia mengaku lewat email ke Cage bahwa pihak berwenang Inggris menghalanginya bepergian dan memasukkan namanya ke daftar awas teroris.
Pacu adrenalin
Dokumen pengadilan yang diterbitkan media Inggris mengaitkan dia dengan jejaring ekstremis yang dikenal dengan nama "The London Boys" yang aslinya dilatih Al-Shebab.
Surat kabar Guardian melaporkan bahwa mereka kerap bermain sepak bola bersama.
Dokumen pengadilan juga mengaitkan dia dengan Bilal al-Berjawi, yang menjadi pemimpin senior Al-Shebab tetapi terbunuh oleh serangan drone Amerika Serikat pada Januari 2012.
Setelah mengubah nama menjadi Mohammed al-Ayan dan gagal pergi untuk terakhir kalinya ke Kuwait pada awal 2013, dia menghilang, tulis Cage dalam emailnya.
Cage mengatakan polisi telah mengabari keluarganya bahwa mereka yakin dia telah pergi ke Suriah.
Bagaimana dia bisa menjadi salah seorang manusia paling diburu di dunia adalah misteri. Tetapi seorang sandera yang pernah ditawan ISIS di Raqa menyebut dia pembunuh "berdarah dingin, sadis, dan tanpa belas kasihan".
Dua tenaga medis asal Inggris yang pernah bertemu Emwazi ketika dia menemui kawan-kawannya di sebuah rumah sakit Suriah meluksikan dia sebagai pria pendiam namun senang membuat tantangan atau pacu adrenalin (adrenalin junkie).
"Saya mendapati orang ini berjalan masuk, berpakaian tempur lengkap, dengan pistol tersarung, magazin, tas belanja di satu tangannya dan berbicara lewat telepon kepada yang lainnya," kata salah seorang paramedis ini kepada ITV News.
"Dia akan membawakan minuman, permen dan es krim".
Mereka mengaku pernah suatu ketika Emwazi pernah mengokang senjatanya ke arah sekelompok orang bersenjata yang mengancam untuk mencuri senjatanya.
"Dia seperti seperti orang yang tidak mengenal takut," kata paramedis ini.
sumber: AFP
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2015