Jakarta (ANTARA News) - Kalangan DPR RI menilai penyelenggaraan ibadah haji tahun 2015 relatif lebih baik dibanding sebelumnya, namun tantangan tahun depan diperkirakan tidak ringan, justru semakin beragam.
Salah satu tantangan yang perlu diantisipasi adalah adanya penambahan kuota sebanyak 20 ribu calon haji. Padahal andaikata tidak ada penambahan kuotapun tantangan penyelenggaraan sudah demikian komplek, apalagi dengan adanya tambahan sebanyak itu.
Kuota haji Indonesia pada 2015 sebanyak 168.800 setelah dipotong 20 persen sebagai dampak dari ekspansi Masjidil Haram, sementara kuota normal Indonesia adalah 210 ribu. Tahun depan kuota akan kembali normal ditambah dengan 20 ribu setelah pemerintah Indonesia melakukan lobi ke Pemerintah Arab Saudi.
Dari tambahan kuota 20 ribu orang, 10 ribu di antaranya disebut-sebut sudah ada kepastian. Sisanya 10 ribu lainnya tinggal menunggu penandatanganan nota kesepahaman Pemerintah Indonesia dan Arab Saudi pada April 2016.
Dalam konteks inilah, rakernas Kementerian Agama pada pekan lalu melakukan evaluasi sekaligus membahas antisipasi masalah atau pekerjaan yang bakal muncul tahun depan. Semua masalah yang muncul dibahas dan persoalan yang akan terjadi diidentifikasi kemudian disiapkan solusinya.
Berbagai persoalan yang muncul dalam penyelenggaraan haji tahun 2015 juga mendapat sorotan dari Tim Pengawas Haji DPR yang dipimpin Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah.
Untuk persoalan yang telah muncul dan akan muncul selama jamaah berada di Arab Saudi, DPR mengusulkan agar pemerintah lebih intensif dalam melakukan komunikasi yang baik dengan Pemerintah Arab Saudi. Dengan begitu, otoritas Saudi akan lebih memperhatikan pelayanan bagi jamaah asal Indonesia, termasuk perlakuan bagi petugas Indonesia.
DPR mengusulkan agar otoritas memfokuskan perbaikan pelayanan pengurusan visa, transportasi lokal di Saudi, rasio petugas yang tidak memadai, sistem rekrutmen petugas yang dinilai belum sesuai standar dan kebutuhan, petugas kesehatan terlalu sedikit, fasilitas kesehatan yang belum memadai, termasuk perlindungan jamaah yang belum maksimal.
Dia sisi lain, pembinaan dan manasik terhadap calon haji 2016 perlu lebih ditingkatkan dan tidak hanya aspek amaliyah serta fiqih haji, tetapi juga tentang fasilitas pemondokan, kehidupan sosial di Arab Saudi dan aspek keselamatan.
Jamaah calon haji Indonesia juga perlu dibekali dengan aturan yang harus diikuti selama berada di Arab Saudi, termasuk tentang tata tertib dan waktu pelaksanaan ibadah yang aman, nyaman dan afdol.
Jamaah calon haji Indonesia harus memiliki tanggung jawab untuk menjaga keselamatan dan keamanan diri masing-masing. Jangan sampai jamaah calon haji di Arab Saudi bertindak sendiri-sendiri yang berpotensi membahayakan diri.
Di luar persoalan teknis tersebut, Fahri menekankan mengenai penyampaian informasi cuaca dari BMKG kepada panitia haji dan jamaah. Dalam kaitan ini, BMKG juga bisa bekerjasama dengan otoritas penginderaan cuaca Arab Saudi.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Deding Ishak juga mengemukakan diplomasi perlu dintensifkan untuk melakukan negosiasi agar jamaah haji Indonesia mendapat pelayanan yang baik selama di Arab Saudi.
Misalnya, mendapatkan tarif penerbangan yang murah tetapi bagus, biaya akomodasi bisa ditekan lagi dan katering yang murah tetapi sehat serta hal lain yang menguntungkan jamaah.
Negosiasi
Anggota Tim Pengawas Haji DPR RI Khatibul Umam Wiranu menilai secara umum penyelenggaraan ibadah haji tahun 2015 berjalan baik. Hal ini dapat dilihat dari beberapa contoh seperti pemondokan dan suplai makanan, pelayanannya cukup memuaskan. Karena itu Kemenag RI sebagai penyelenggara perlu diberi apresiasi.
Namun Pemerintah RI ke depan juga harus melakukan negosiasi secara sejajar dengan Pemerintah Arab Saudi. Harus dicari cara agar pemerintah RI dapat melayani jamaah haji dengan baik terutama soal transportasi untuk jamaah.
Selama sepekan pelaksanaan ibadah haji, yakni tanggal 7-14 Dzulhijjah (puncak ibadah haji di Arafah dan Mina), tidak ada lagi peran pemerintah Indonesia dalam penyelenggaran ibadah haji. Karena seluruh kewenangan diambilalih oleh Pemerintah Arab Saudi (Muassasah).
Situasi ini menyulitkan jamaah haji dari Indonesia. Persoalan yang muncul di lapangan saat wukuf di Arafah, tidak dapat di atasi dengan cepat karena semua peran penyelenggaraan ditangani oleh Muassasah.
Karena itu, Pemerintah RI perlu memelopori negara-negara Islam untuk membuat forum internasional sebagai wadah mendorong perbaikan penyelenggaraan ibadah haji, baik masalah yang ada dari masing-masing negara maupun saat jamaah berada di Arab Saudi.
Oleh Sri Muryono
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2015