Bogor (ANTARA News) - Tokoh nasional yang mendapat gelar pahlawan nasional KH Idham Chalid adalah seorang tokoh yang sangat peduli dengan dunia pendidikan.
"Pesan ayah yang saya ingat, bukan hanya untuk keluarga atau anak cucunya, tetapi untuk Bangsa Indonesia yakni prioritaskan pendidikan. Kalau tidak kita pasti akan ketinggalan," kata Taufik Rachman Chalid, putra dari Idham Chalid di Bogor, Jabar, Selasa.
Taufik mengataka itu pada peringatan Hari Pahlawan 10 November juga dilaksanakan di Situs Makam Pahlawan Nasional KH Idham Chalid, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Selasa, sejumlah tokoh dari Jawa Barat dan unsur Muspika mendatangi makam tokoh nasional yang peduli akan pendidikan anak bangsa.
Pada momentum Hari Pahlawan 10 November tidak hanya mengenang pertempuran Surabaya, tetapi telah meluas digunakan untuk mengenang jasa para pahlawan. Hadir dalam Peringatan Hari Pahlawan di Situs Makam Pahlawan Nasional KH Idham Chalid, Wakil Ketua DPRD Jawa Barat, Abdul Harris Bobihoe, ulama KH Syukron Makmun, dan sejumlah penjabat dari unsur Muspika setempat.
Turut hadir dalam peringatan Hari Pahlawan di Komplek Yayasan Darul Quran Idham Chalid, putranya Taufik Rachman Chalid yang didampingi adiknya Nahdiah Hidayat Chalid. Mereka yang hadir menggelar upacara singkat mengenang sosok Pahlawan Nasional yang juga tokoh penggerakan pendidikan Islam di Tanah Air, dan menggelar doa bersama.
Sosok KH Idham Chalid dikenal dekat dengan dunia pendidikan, membuat dirinya tidak ingin jauh dari para santri, itulah yang menjadi alasan dimakamkannya Wakil Perdana Menteri Indonesia pada Kabinet Ali Sastroamidjojo II dan Kabinet Djuanda di komplek pondok pesantren yang didirikannya.
"Bapak pernah berpesan, zaman akan berubah. Tidak ada lagi peperangan, yang ada "war of science" (perang ilmu pengetahuan-red)," kata Taufik mengenang pesan mendiang Almarhum ayahanda.
Menurut Taufik, sosok sang ayah dikenal pandai. Saat masuk sekolah dasar pada zaman pemerintahan Belanda disebut Gouvermement 2 klasse di kampung halamannya Kota Amutai, Kalimantan Selatan, sekitar tahun 1932, Idham kecil langsung masuk kelas dua dikarenakan sudah cakap membaca dan menulis.
Karena kemampuannya itulah menumbuhkan kepercayaan masyarakat, hingga ia dipercaya oleh masyarakat kampung halamannya, untuk membangkitkan kembali pendidikan di Pondok Pesantren Rasyidiyah Khalidiyah yang sempat vakum.
Perjuangan KH Idham Chalid dalam dunia pendidikan telah mewariskan dua yayasan pendidikan pesantren yakni Yayasan Darul Quran Idham Chalid, dan Darul Maarif yang berada di Jakarta Selatan. Yayasan pendidikan ini telah melahirkan kyai-kyai ternama seperti dai sejuta umat KH Zaenuddin MZ dan KH Syukron Makmun.
"Alhamdulillah, pendidikan anak cucunya (Idham Chalid-red) juga maju. Bahkan saat ini putra dari adik saya (Nahdiah Hidayati Chalid-red) sedang menempuh pendidikan doktoral di Inggris," kata Taufik.
KH Idham Chalid wafat pada usia ke-88 tepatnya 11 Juli 2010. Ia merupakan salah satu politisi Indonesia yang berpengaruh pada masanya. Berbagai jabatan penting dan strategis telah didudukinya, seperti Ketua MPR dan Ketua DPR. Ia juga sebagai politikus yang aktif dalam kegiatan keagamaan dan pernah menjabat sebagai Ketua Tanfidziyah Nahdlatul Ulama periode 1956-1984.
Gelar Pahlawan Nasional disematkan kepada KH Idham Chalid bersama enam tokoh lainnya berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 113/TK/Tahun 2011 tanggal 7 November 2011. Merupakan putra Banjar ketiga yang diangkat sebagai Pahlawan Nasional setelah Hasan Basry dan Pangeran Antasari.
(T.KR-LR/B/R010)
Pewarta: Laily Rahmawati
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015