Jakarta (ANTARA News) - Wakil Presiden Jusuf Kalla meminta pejabat Amerika Serikat melalui Kedutaan Besarnya di Indonesia untuk mengklarifikasi izin terbang pesawat kecil jenis Propeler First Engine Cessna yang melintas di wilayah udara NKRI.
"Setiap penerbangan yang melintas di atas wilayah suatu negara itu kan harus ada izinnya. Mungkin (pesawat Cessna tersebut) tidak ada izinnya, maka tentu harus ada klarifikasi," kata Wapres Kalla di Jakarta, Selasa.
Sebelumnya, TNI Angkatan Udara (AU) melakukan operasi pendaratan paksa pesawat kecil jenis Propeler First Engine Cessna dengan nomor lambung N96706 dengan pilot Letkol James Patrick Murphy (US Navy/Penerbang AL Amerika Serikat) di Bandara Juwata, Tarakan, Kalimantan Utara, Senin (9/11) sekitar pukul 14.31 Wita.
"Pesawat asing tersebut masuk wilayah kedaulatan NKRI dan operasi turun paksa pesawat dilaksanakan oleh dua pesawat Sukhoi TNI AU dari Kohanudnas Skadron Makassar dgn Pilot Mayor Pnb Anton Pallaguna dan Mayor Pnb Baskoro," kata Kepala Penerangan Kodam VI/Mulawarman, Kolonel Inf Andi Gunawan kepada Antara di Balikpapan, Senin.
Pesawat asing yang diawaki satu orang tersebut sebelumnya melintas di wilayah perbatasan udara Indonesia-Malaysia-Filipina dan terpantau di Radar TNI-AU, tambahnya.
Pilot asing pesawat tersebut kemudian diinterogasi secara tertutup oleh prajurit di Pangkalan TNI AU Tarakan.
Objek terbang tanpa identifikasi itu terpantau oleh Satuan Radar 225 Tarakan langsung dilaporkan ke Markas Kosek Hanudnas di Makassar.
"Selanjutnya pesawat dari Makassar langsung melakukan pengejaran pesawat dari Skadron tempur dari Makassar dan yang ditangkap adalah pesawat sipil," jelasnya.
Pilot pesawat asing tersebut merupakan anggota US Navy Reserve yang sedang mengambil cuti.
Dia terbang dari Hawai ke Filipina dan rencananya mau ke Singapura, tapi melanggar batas wilayah udara Indonesia sehingga tertangkap oleh radar.
"Info terakhir kegiatan penyelidikan dari pihak Pangkalan TNI AU Tarakan sudah selesai dilaksanakan. Tinggal tunggu hasil koordinasi tentang keputusan dari Kementerian Luar Negeri RI, apakah izin terbang yang bersangkutan tersebut diubah atau tidak," ujarnya.
Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2015