"Kita mengharapkan bahwa masalah kita, kita selesaikan sendiri. Tidak harus ada campur tangan pihak lain," kata Prasetyo usai upacara peringatan Hari Pahlawan di Taman Makam Pahlawan Nasional Kalibata, Jakarta, Selasa.
Hal itu disampaikan Prasetyo menanggapi pengadilan rakyat kasus 1965 yang akan digelar Mahkamah Internasional di Den Haag, Belanda, pada Rabu 11 November 2015.
Dia mengatakan akan melihat bagaimana proses pengadilan rakyat tersebut berjalan, namun pemerintah tetap akan menyelesaikan seperti yang selama ini dilaksanakan.
Penyelesaian yang dilaksanakan pemerintah melalui pendekatan nonyudisial melalui rekonsiliasi.
"Karena kasusnya terjadi puluhan tahun lalu, saya rasa akan sulit untuk mendapatkan bukti-buktinya, saksi-saksi. Dan kita tidak mau sebenarnya tersandera sekarang dengan beban masa lalu, ini yang harus kita sadari bersama," katanya.
Upaya yudisial, menurut Prasetyo, agak sulit dilakukan karena hal-hal tersebut di atas. Sementara untuk mengajukan perkara ke persidangan semuanya harus lengkap dan konstruksinya harus jelas.
Jika tidak memenuhi kelengkapan tersebut maka tidak mungkin dilaksanakan. Hal ini yang harusnya dimengerti.
"Sekarang ini penyelidikannya pun masih belum lengkap. Ini banyak pihak yang belum memahami, maunya dibawa ke persidangan," katanya.
Menurut dia, semua pihak terkait penanganan kasus tersebut harus bekerja sama dengan Komnas HAM.
Pengadilan rakyat peristiwa 1965 digagas para aktivis HAM. Pengadilan rakyat digelar karena mereka ingin membuktikan kalau benar-benar terjadi pelanggaran berat HAM pada dekade tersebut yang menurut mereka justru tidak diselidiki dan diakui oleh Indonesia.
Pewarta: Desi Purnamawati
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015