Pekanbaru (ANTARA News) - Bayi orangutan yang disita Polda Riau dari sindikat perdagangan satwa liar kini dalam kondisi lemah karena sempat stres dan diare.
"Dua bayi orangutan dalam kondisi lemah, satu ada stres sehingga terus berteriak-teriak dan satu lagi mengalami diare, sedangkan yang satu lagi terlihat sehat dan sangat aktif bergerak," kata dokter hewan Hafidh Nur Ubay yang dipercaya Polda Riau untuk memeriksa kondisi bayi orangutan, Senin.
Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Riau menangkap anggota sindikat perdagangan satwa dilindungi pada Sabtu (7/11) dan menyita tiga bayi orangutan yang akan diperdagangkan. Primata ini adalah orangutan dari spesies "pongo abelii" yang berhabitat di hutan Aceh.
Hafidh menjelaskan karena Polda Riau tidak memiliki dokter hewan dan fasilitas penunjang, maka untuk sementara ketiga bayi orangutan itu dititipkan di sebuah klinik dokter hewan di Pekanbaru. Di klinik ini, bayi orangutan diperiksa dan dirawat oleh dua orang dokter hewan.
Menurut dia, tiga bayi orangutan itu tiba di klinik Minggu dini hari (8/11). Ia menjelaskan, bayi orangutan itu stres dan sakit karena beberapa sebab. Pertama, akibat dipisahkan dari induknya karena mereka masih berumur 6 hingga 12 bulan.
Kedua, karena mabuk darat setelah menempuh perjalanan sangat jauh dari habitatnya di Aceh hingga Pekanbaru. Tiap bayi primata itu ditempatkan di dua keranjang buah plastik berukuran 60x40 sentimeter oleh pelaku.
"Selain itu, mereka juga bisa terbentur-bentur di sepanjang perjalanan. Apalagi kandangnya sangat sempit karena dibuat dari keranjang buah plastik," katanya.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Riau AKBP Guntur Aryo Tejo menjelaskan tiga warga Aceh berusaha memperdagangan tiga bayi orangutan ini. Ketiga pelaku sudah ditangkap Sabtu pekan lalu, dan mereka adalah Ali Ahmad (53), Awaluddin (38), dan Khairi Roza (20).
"Ketiganya telah ditetapkan sebagai tersangka dengan salah satu tersangka merupakan oknum Pegawai Negeri Sipil asal Aceh," jelas Guntur.
Dia menjelaskan keberhasilan petugas mengungkap perdagangan satwa dilindungi itu berawal dari laporan masyarakat yang menyebutkan akan adanya transaksi orangutan di daerah Palas, Pekanbaru.
Dari pemeriksaan sementara, pelaku mengaku membeli bayi orangutan yang terdiri satu jantan dan dua betina itu seharga Rp5 juta per ekor dari Desa Lokoh Kecamatan Tamiang.
"Sementara di Pekanbaru akan dijual seharga Rp25 juta per ekor. Sekarang kita masih mengejar baik penjual pertama yang di Aceh maupun pemesan yang di Pekanbaru," tegasnya.
Pewarta: FB Anggoro
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2015