"Saya kenal betul dengan mereka, walaupun sudah tidak lagi muda tapi mereka tetap tekun. Bahkan diharuskan duduk selama 90 menit saat melangsungkan Chado. Saya sangat kagum dengan mereka," ujar Dubes Tanizaki saat ditemui di Jakarta, Jumat.
Dalam kesempatan tersebut, dubes Tanizaki juga memberikan dua Penghargaan Menteri Luar Negeri Jepang dan Penghargaan Duta Besar Jepang terhadap lima penggiat Chado di Indonesia.
Para penerima penghargaan tersebut antara lain dua orang penerima penghargaan Menteri Luar Negeri Jepang, yaitu Master Chado Urasenke-Instruktur Urasenke Tankokai Indonesia Association Martina Kuniko Pohan dan Kikuo Krisanti Soendoro.
Selanjutnya, tiga orang penerima Penghargaan Duta Besar Jepang yaitu para asisten instruktur Urasenke Tankokai Indonesia Association Kiyoe Tanaka Sitanggang, Teruko Ibrahim, dan Suwarni Widjaja.
Berdasarkan informasi yang diperoleh, sebagian besar penerima penghargaan tersebut merupakan Warga Negara Jepang yang pernah menetap di Indonesia dan turut berperan aktif dalam pengenalan dan penyebaran budaya tradisional tersebut.
Menurut dubes Tanizaki, apabila hal tersebut ditekuni dengan baik dan antusias maka dapat berpengaruh baik bagi hubungan persahabatan dan penyebaran budaya Jepang, juga memperdalam pemahaman terhadap persahabatan kedua negara.
"Dengan semangat yang mereka miliki, saya merasa kagum sekaligus merasa malu pada diri sendiri. Saya juga masih ingat, pada tahun pertama penugasan di indonesia, saya diundang upacara minum teh oleh para instruktur," tuturnya menceritakan.
Pada masa lampau, Chado disebut dengan Chato atau Chanoyu, sedangkan upacara yang dilakukan di luar ruangan disebut Nodate. Keduanya memiliki nilai yang sama, yaitu sebagai ritual tradisional dalam menyajikan teh bagi tamu.
Pewarta: Roy Rosa Bachtiar
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2015