Malang, Jawa Tmur (ANTARA News) - Kepala Kepolisian Indonesia, Jenderal Polisi Badrodin Haiti, menyatakan, kerusakan dan kerugian akibat penyalahgunaan narkoba di Tanah Air mencapai sekitar Rp60 triliun per tahun.

"Kerusakan yang jika dinominalkan hingga mencapai Rp60 triliun itu untuk program rehabilitasi bagi para pengguna narkoba, pengobatan serta untuk pembelian berbagai jenis narkoba yang digunakan para pecandu," kata dia, di Malang, Jumat.


Ia memperkirakan dana kerusakan akibat narkoba yang mencapai sekitar Rp60 triliun itu bisa digunakan utnuk membangun jalan tol Malang-Surabaya, bahkan lebih dari cukup.

Haiti mengemukakan ancaman terbesar dari dalam negeri selain paham radikalisme adalah peredaran narkoba dan meracuni generasi muda.


Narkoba ini akan mengganggu sistem syaraf dan menjadikan fungsinya kian melemah. "Kondisi ini dalam jangka waktu panjang tentu akan merusak daya saing SDM Indonesia dan tentunya juga berdampak bagi negeri ini," ujarnya.

Pada tahun ini, lanjutnya, jumlah pengguna narkoba di Indonesia yang terdata mencapai 4,1 juta jiwa atau sekitar 2,2 persen dari jumlah penduduk Indonesia secara keseluruhan. Bahkan, setiap hari ada sekitar 40 hingga 45 orang meninggal karena narkoba.

Selain ancaman narkoba yang harus diprangi dengan intensif, kata dia, paham radikalisme dan fundametalisme juga harus diperangi dan dicegah agat tidak sampai berkembang dan meluas, termasuk ISIS.

Anggota NIIS/ISIS dari Indonesia yang terdata saat ini mencapai 350 orang dan 50 orang diantaranya sudah meninggal, 30 orang kembali ke Indonesia dan sisanya masih berada di Suriah . Baru-baru ini juga ada tujuh orang yang dideportasi dari Turki karena akan menyeberang ke Suriah.

Sementara anggota NIIS/ISIS dari Indonesia yang tidak teridentifikasi diperkirakan mencapai 500-750 orang. Hanya saja, mereka berangkatnya tidak langsung dari Indonesia, tetapi dari beberapa negara di sekitar Suriah dan Irak, bahkan ada yang pulang umrah dari Tanah Suci langsung bergangung dengan ISIS di Suriah.

Pemahaman mereka bergabung dengan NIIS/ISIS, katanya, adalah berhijrah dan berjihad membela kebenaran. "Untuk memenuhi pemahamannya berhijrah dan berjihad ke Suriah itu, rumah dan harta benda lainnya yang ada di Indonesia dijual," ujarnya.

Sebenarnya, tambah Kapolri, ancaman negara dari dalam negeri ini tidak hanya narkoba dan radikalisme, tetapi kecanggihan peralatan komunikasi dan teknologi informasi juga menjadi ancaman tersendiri karena masyarakat sibuk dengan gadget masing-masing, sehingga tidak ada interaksi sosial.

"Dengan adanya gadget ini, masyarakat cenderung antisosial secara nyata dan teknologi canggih ini (internet) juga memunculkan kriminal dengan sistem baru, yakni cyber crime serta mudahnya masyarakat mengakses laman-laman yang tidak seharusnya, termasuk anak-anak yang masih belia," katanya.

Pewarta: Endang Sukarelawati
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2015