... 75 persen rakyat Taiwan menginginkan agar status quo tetap dipertahankan...Jakarta (ANTARA News) - Kepala Perwakilan Kantor Dagang dan Ekonomi Taiwan (TETO) untuk Indonesia, Liang-Jen Chang, di Jakarta, Jumat, menegaskan bahwa Taiwan siap untuk mengembangkan "status quo baru" dalam hubungan dengan China.
Taiwan tidak memiliki kedutaan besar di Indonesia karena prinsip Indonesia yang mengakui cuma satu China.
"Sebanyak 75 persen rakyat Taiwan menginginkan agar status quo tetap dipertahankan, sementara sisanya ingin merdeka atau bergabung dengan Tiongkok," kata dia, saat berkunjung ke Perum LKBN ANTARA, di Wisma ANTARA, Jakarta, Jumat.
Liang yang didampingi Direktur Divisi Informasi Media, Ismail Mae, dan Sekretaris Divisi Informasi Media, Iris W Liu, bertemu Direktur Perum LKBN ANTARA, Saiful Hadi, untuk menjelaskan rencana pertemuan Presiden Taiwan, Ma Ying-jeou, dengan Presiden China, Xi Jinping.
Dalam pertemuan yang akan berlangsung di Singapura, Sabtu (7/11), salah satu topik pembahasan mereka, menurut Chang, bagaimana meningkatkan perdamaian dalam kondisi status quo yang sudah semakin berkembang dalam tujuh tahun terakhir.
"Meski hubungan dengan Tiongkok masih tetap dalam kondisi status quo, tapi dalam kenyataannya kerjasama di bidang ekonomi, pendidikan dan budaya tetap berjalan dengan baik. Bahkan sekarang sudah ada penerbangan langsung dari daratan Tiongkok ke Taiwan," kata Liang.
Dalam delapan tahun terakhir, hubungan Taiwan dengan China menurut Liang sudah semakin intensif dan sudah sering diadakan pertemuan pejabat antar kedua pihak, meski yang tertinggi baru tingkat menteri.
"Pertemuan antara Presiden Xi Jinping dengan Presiden Ma Ying-jeou akan menjadi pertemuan simbolik dan bersejarah karena inilah untuk pertama kali para pemimpin setingkat presiden bertemu," kata Liang.
Siaran pers dari Kementerian Luar Negeri Taiwan yang diterima ANTARA menyatakan, rencana pertemuan antara pemimpin tertinggi Tiongkok dan Taiwan sebenarnya sudah sering dibahas sejak KTT APEC 2013 di Bali.
Presiden Ma menegaskan, tujuan pertemuan untuk mengkonsolidasikan perdamaian lintas-selat dan mempertahankan status quo dengan meninjau masa lalu dan menatap masa depan.
Sesuai dengan konstitusi, Taiwan akan mempertahankan status quo yang berarti tidak ada rencana unifikasi maupun pernyataan kemerdekaan, dan tidak ada penggunaan kekuatan militer, tapi tetap meningkatkan kerjasama antara kedua pihak di bidang ekonomi, pendidikan dan budaya.
Pertemuan Ma-Xi juga akan menjadi langkah pertama dalam melembagakan pertemuan antara pemimpin kedua belah pihak.
Ma menekankan bahwa dalam pertemuannya dengan Xi, tidak ada kesepakatan akan ditandatangani dan tidak ada pernyataan bersama yang dirilis. Masing-masing pihak akan mengeluarkan siaran pers terpisah pada poin konsensus yang dicapai dalam pertemuan tersebut.
Secara politik, China sampai saat ini masih menganggap Taiwan sebagai propinsi yang memberontak dan mengancam akan melakukan serangan militer jika Taiwan suatu saat menyatakan kemerdekaan sebagai sebuah negara.
"Sebanyak 75 persen rakyat Taiwan menginginkan agar status quo tetap dipertahankan, sementara sisanya ingin merdeka atau bergabung dengan Tiongkok," kata dia, saat berkunjung ke Perum LKBN ANTARA, di Wisma ANTARA, Jakarta, Jumat.
Liang yang didampingi Direktur Divisi Informasi Media, Ismail Mae, dan Sekretaris Divisi Informasi Media, Iris W Liu, bertemu Direktur Perum LKBN ANTARA, Saiful Hadi, untuk menjelaskan rencana pertemuan Presiden Taiwan, Ma Ying-jeou, dengan Presiden China, Xi Jinping.
Dalam pertemuan yang akan berlangsung di Singapura, Sabtu (7/11), salah satu topik pembahasan mereka, menurut Chang, bagaimana meningkatkan perdamaian dalam kondisi status quo yang sudah semakin berkembang dalam tujuh tahun terakhir.
"Meski hubungan dengan Tiongkok masih tetap dalam kondisi status quo, tapi dalam kenyataannya kerjasama di bidang ekonomi, pendidikan dan budaya tetap berjalan dengan baik. Bahkan sekarang sudah ada penerbangan langsung dari daratan Tiongkok ke Taiwan," kata Liang.
Dalam delapan tahun terakhir, hubungan Taiwan dengan China menurut Liang sudah semakin intensif dan sudah sering diadakan pertemuan pejabat antar kedua pihak, meski yang tertinggi baru tingkat menteri.
"Pertemuan antara Presiden Xi Jinping dengan Presiden Ma Ying-jeou akan menjadi pertemuan simbolik dan bersejarah karena inilah untuk pertama kali para pemimpin setingkat presiden bertemu," kata Liang.
Siaran pers dari Kementerian Luar Negeri Taiwan yang diterima ANTARA menyatakan, rencana pertemuan antara pemimpin tertinggi Tiongkok dan Taiwan sebenarnya sudah sering dibahas sejak KTT APEC 2013 di Bali.
Presiden Ma menegaskan, tujuan pertemuan untuk mengkonsolidasikan perdamaian lintas-selat dan mempertahankan status quo dengan meninjau masa lalu dan menatap masa depan.
Sesuai dengan konstitusi, Taiwan akan mempertahankan status quo yang berarti tidak ada rencana unifikasi maupun pernyataan kemerdekaan, dan tidak ada penggunaan kekuatan militer, tapi tetap meningkatkan kerjasama antara kedua pihak di bidang ekonomi, pendidikan dan budaya.
Pertemuan Ma-Xi juga akan menjadi langkah pertama dalam melembagakan pertemuan antara pemimpin kedua belah pihak.
Ma menekankan bahwa dalam pertemuannya dengan Xi, tidak ada kesepakatan akan ditandatangani dan tidak ada pernyataan bersama yang dirilis. Masing-masing pihak akan mengeluarkan siaran pers terpisah pada poin konsensus yang dicapai dalam pertemuan tersebut.
Secara politik, China sampai saat ini masih menganggap Taiwan sebagai propinsi yang memberontak dan mengancam akan melakukan serangan militer jika Taiwan suatu saat menyatakan kemerdekaan sebagai sebuah negara.
Pewarta: Atman Ahdiat
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2015