Jakarta (ANTARA News) - Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 19 tahun 2009 tentang Kegiatan Usaha Gas Bumi Melalui Pipa, dinilai mengakibatkan tumbuh suburnya trader gas.
Oleh karena itu, Koordinator Divisi Monitoring dan Analisis Anggaran Indonesia Corruption Watch (ICW) Firdaus Ilyas di Jakarta, Kamis menyatakan Permen tersebut perlu segera direvisi.
"Permen itu membuka peluang untuk memunculkan rent seeker yang membuat praktik tata niaga gas menjadi sangat panjang dan tidak efisien. Dan praktik-praktik tersebut banyak dijumpai, termasuk di Jawa dan Sumatra," kata Firdaus Ilyas.
Dalam kondisi demikian, tambahnya, di satu sisi "end user" akan membayar lebih tinggi, namun di sisi lain penerimaan negara malah berkurang.
Dengan demikian, lanjutnya, tidak hanya masyarakat yang dirugikan, namun juga negara.
Keberadaan trader tersebut, menurut Firdaus, memang harus dihilangkan, karena mengakibatkan harga gas menjadi tinggi, juga penerimaan negara menjadi berkurang karena margin sudah diserap para trader.
"Selain PLN, banyak industri yang tergantung dengan gas, akan membayar lebih mahal, misal saja industri pupuk, keramik, kaca, dan lain-lain," kata Firdaus.
Pada kesempatan itu Firdaus juga menyoroti pelanggaran terhadap toll fee yang dilakukan PT Perusahaan Gas Negara (PGN), diduga menjadi salah satu penyebab tingginya harga gas di tanah air. Demikian disampaikan
"Pelanggaran toll fee sudah pasti membuat harga akan meningkat. Sebab biaya margin yang seharusnya termasuk di dalam toll fee, justru ditambahkan lagi sebagai komponen tersendiri. Tentu saja ini tidak fair, karena pada toll fee yang fair tidak ada mekansime berjenjang," katanya.
Itulah sebabnya, Firdaus meminta BUMN untuk lebih mematuhi aturan-aturan yang sudah dibuat, termasuk persoalan toll fee tadi. Karena sebenarnya skema toll fee sudah dibuat dengan sangat jelas, termasuk komponen yang berada di dalamnya.
"Kalaupun harus direvisi, bisa saja dengan memperhitungkan biaya infrastuktur ke dalam toll fee," katanya.
Pewarta: Subaqyo
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2015