"Beliau wafat kemarin di Jakarta dan hari ini dikremasi setelah kebaktian di Gereja," kata Kepala Subdinas Sejarah Dinas Penerangan TNI AL, Kolonel Pelaut Ronnie Turangan di Jakarta, Senin.
Almarhum meninggal dunia, di Jakarta, Minggu, pada usia 90 tahun.
Selama hidupnya, Margaretha mendampingi Lie, yang selama hidupnya melewati berbagai periode berat perjuangan bangsa ini. Di antaranya saat dia melaksanakan misi berbahaya namun menentukan, menembur blokade Belanda dengan kapal sipil ML336, di perairan Cilacap, Jawa Tengah, selepas 1946.
Misi yang dia emban -- menurut catatan sejarah yang digali TNI AL-- menyelundupkan senjata dan amunisi ke Labuhan Bilik, Sumatera Timur (saat itu).
Dia dikejar kapal patroli Belanda dan bisa lolos. Kapal Lie, PPB 31, cukup dikenal dengan misi-misi berbahayanya demi perjuangan Indonesia. Sampai-sampai radio BBC di Inggris menyiarkan keberhasilan pelayaran Lie, dan menjuluki kapalnya sebagai The Black Speed Boat.
Masih panjang catatan kepeloporan dan keberanian serta ketulusan perjuangan Lie, termasuk menjadi komandan KRI Rajawali dan KRI Gadjah Mada dalam menumpas DI/TII, RMS, Permesta, dan lain-lain.
Dia pensiun pada 1967 dan hidup sebagai warga sipil biasa. Pada tataran politik nasional, dia pernah mencoba menjembatani “normalisasi hubungan” antara anggota Petisi 50 dengan Presiden Soeharto.
Lie yang terlahir pada 9 Maret 1911 dan wafat pada 27 Agustus 1988 —sang suami— adalah pejuang pertama TNI AL dari etnis China yang kepahlawanannya diakui secara resmi oleh pemerintah Indonesia.
Pengakuan itu diberikan pada 9 November 1999 oleh Presiden Susilo Yudhoyono, di Jakarta. “Beliau dianugerahi gelar Pahlawan Nasional dan Bintang Mahaputera Adipradana,” kata Rony Turangan.
Pewarta: Ade P Marboen
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2015