Jakarta (ANTARA News) - Pengamat ekonomi dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia (UI) Riyanto mengatakan jika tarif dasar listrik naik maka 5 juta orang akan jatuh miskin.
"Sekitar 3 juta hingga 5 juta orang akan jatuh ke kelompok rentan miskin jika skema tarif dasar listrik tetap naik," kata Riyanto ketika berdiskusi di Jakarta, Minggu.
Skema tersebut akan terjadi bila subsidi listrik dari RAPBN yang sebesar Rp38,39 triliun itu, sekitar Rp29,39 triliunnya untuk subsidi berdaya 450 VA-900 VA dijalankan.
Selain itu, maka kelompok yang tidak dapat subsidi bisa naik sebanyak 250 persen untuk pengguna 450VA dan naik 150 persen pengguna 900VA.
Ia menjelaskan pada saat ini sebanyak 24,7 juta orang kategori miskin yang mendapatkan subsidi listrik dari negara, sementara sebanyak 7,1 jiwa diantaranya belum menggunakan listrik dari PLN.
"Nah, mampu tidak PLN mencari data dan mengalirkan subsidi kepada 7,1 jiwa yang belum menggunakan PLN ini, dalam waktu dua bulan, sebelum listrik dinaikkan," katanya.
Ia juga mengatakan rata-rata pengeluaran per orang untuk kategori miskin di Indonesia adalah Rp700 ribu per bulan.
Sementara itu, masyarakat dianggap telah terjerat informasi yang tidak lengkap dan kurang mendukung rakyat kecil atau ibarat "Jebakan Batman" terkait penaikan tarif listrik beserta instrumennya, kata Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Tulus Abadi.
"Masyarakat ditawari konsumsi listrik rumah tangga 1.300 VA, dengan iming-iming tambah daya gratis, namun setelah itu tarif listrik 1.300 VA ke atas, naik secara otomatis bersama mekanisme pasar, ini namanya Jebakan Batman," kata Tulus Abadi.
Ia menjelaskan indikasi mekanisme pasar adalah kurs rupiah, harga minyak mentah dunia dan inflasi, itu yang akan diprotes.
"Kalau semua tarif diserahkan ke mekanisme pasar, lalu apa peran negara dalam hal ini?," tanya Tulus Abadi.
"Rencana pencabutan 450 VA dan 900 VA ini hanyalah kedok, itu untuk menaikkan tarif agar sesuai dengan harga mekanisme pasar, kalau memang begitu maka wajib diprotes, karena tidak ada intervensi negara dalam menentukan tarif," katanya.
Ia juga menjelaskan bahwa, banyak masyarakat yang tidak mengerti, ketika pindah ke 1.300 VA, risikonya serius dengan tarif rupiah per Kwh, seolah katagorinya sama, padahal 1.300 VA untuk golongan mampu.
"Masyarakat banyak yang dipaksa atau ditodong langsung pindah ke sistem token, walau menurut aturan seharusnya tidak diwajibkan, daya juga ditingkatkan ke 1.300 VA secara gratis, mereka tidak mengerti konsekuensinya," katanya.
Pewarta: Afut Syafril
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2015