Jakarta (ANTARA News) - Kalangan anggota Komisi I DPR RI menyoroti secara kritis pola pengadaan alat utama sistem persenjataan (alutsista) yang sering tak mempertimbangkan klasifikasi skala prioritas. "Sekali lagi kami perlu tegaskan, (dalam pengadaan persenjataan dan alutsista), perlu klasifikasi skala prioritas. Sampai sejauh ini, Pokja Pertahanan di DPR RI belum memiliki pengetahuan mendalam soal ini, karena pihak instansi mitra kurang memberikan input," tegas Sekretaris Pokja Pertahanan di Komisi I DPR RI, Jeffrey Massie, di Jakarta, Rabu. Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Damai Sejahtera ini lebih lanjut merujuk pada pengadaan helikopter jenis SOKOL dari Rusia, yang dinilainya masih perlu disesuikan dengan skala prioritas serta juga dari sisi fungsionalitas. "Apakah sudah tepat sekarang pengadaannya," tanyanya. Sementara itu, Ketua Pokja Pertahanan, Yusron Ihza Mahendra (Fraksi PBR), dengan nada lebih tinggi mengatakan, terkait dengan anggaran negara yang terbatas sekali, proses pengadaan persenjataan strategis perlu pertimbangan masak. "Untuk pemenuhan kebutuhan minimal saja, baru bisa dilakukan sekitar 50 persen. Makanya, pihak eksekutif mesti lebih arif-lah dengan mengacu kepada aspek tepat guna, multi fungsi, sehingga hasilnya tidak mubasir dan hanya menghambur-hamburkan uang," tambah Yusron. Joko Susilo, dari Fraksi PAN di Komisi I DPR RI, lebih tegas lagi menyatakan, berbagai proses pengadaan persenjataan strategis, sering kurang tepat sasaran. "Termasuk kini pengadaan helikopter SOKOL dari Rusia, yang dianggarkan sekitar 75 juta dolar AS atau setara Rp750 miliar. Ini kan angkanya besar sekali. Nah, SOKOL ini hanya berawak empat orang, cuma cocok untuk survaillance atau pengamatan. Mestinya kan ambil helikopter yang bisa bermanfaat ganda, misalnya dapat menjadi alat angkut, terutama jika digunakan dalam keadaan darurat, bencana dan lain sebagainya," urai Joko. Mantan wartawan ini mendukung pernyataan rekannya, Jeffrey Massie, mengenai pertimbangan skala prioritas dan sisi fungsionalitas. Sebab, menurut keduanya, negara ini penduduknya banyak dan wilayahnya luas, sehingga berbagai peralatan tempur, termasuk transportasi militer, seyogianya bisa juga berfungsi ganda. "Kalau cuma berawak empat, kan sulit digunakan untuk kepentingan lain. Padahal, kita ingin peralatan transportasi dan militer yang dapat bermakna ganda, multi fungsi, tidak hanya di saat perang, tetapi aman, atau menghadapi berbagai keadaan darurat seperti bencana alam," kata Jeffrey.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007