Jakarta (ANTARA News) - Pengakuan dan penghilangan stigma negatif merupakan dua dari sederet hal yang dibutuhkan masyarakat adat, menurut Manager Kampanye dan Advokasi Rimbawan Muda Indonesia (RMI), Mardha Tillah.
"Pengakuan, lalu penghilangan stigma negatif yang melekat pada mereka. Termasuk melihat mereka sebagai aliran sesat ataupun eksotis," ujar dia, kepada www.antaranews.com, di Jakarta, Minggu.
Mardha mengatakan, dalam hal ini komunitas masyarakat hukum adat (MHA) perlu merasa rasa bangga pada identitas diri mereka. Sementara bagi komunitas non MHA, penting untuk memahami berbagai aspek seputar MHA seperti siapa sesungguhnya MHA dan peran mereka dalam masyarakat secara luas.
"Bagi MHA pendidikan untuk penguatan mereka sendiri, termasuk membuat mereka bangga pada identitasnya, yang non MHA perlu diberi pemahaman siapa itu MHA dan apa peran MHA bagi kelangsungan hidup orang-orang yang sudah bukan lagi MHA," kata dia.
Pengakuan MHA, menurut Mardha, salah satunya berwujud pada sertifikasi hak komunal, sesuai PermenATR tahun 2015, sebagai upaya pengakuan dan perlindungan terhadap masyarakat adat.
"Beri sertifikat hak komunal, begitu persyaratan untuk itu dilengkapi. KemenATR harus menyelesaikan rumusan sertifikasi hak komunal ini secepatnya, sesuai PermenATR No. 9 tahun 2015," kata dia.
Selain itu, pemerintah pusat juga perlu mendorong dan memfasilitasi pemerintah daerah untuk membuat peraturan-peraturan daerah yang melindungi dan mengakui MHA di wilayah masing-masing, baik berupa perda maupun SK.
"Termasuk memfasilitasi kepala daerah-daerah agar mengerti akan perlunya pengakuan atas keberadaan MHA," pungkas Mardha.
Pewarta: Lia Santosa
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2015