"Petugas masih melakukan pendataan secara detail terkait dengan luas lahan yang terbakar, namun diprediksi lebih dari 200 hektare," kata Utari, saat dihubungi dari Lumajang, Jawa Timur, Jumat.
Menurutnya, kebakaran yang berlangsung sejak Selasa (20/10) hingga Rabu (28/10) di wilayah TNBTS tersebut menyebabkan banyak tanaman endemik kawasan Semeru yang ikut hangus terbakar.
"Beberapa tanaman endemik itu di antaranya acer, tutup, danglu, dekuren, mentingen, dan putih dada," katanya.
Bahkan kebakaran yang berlangsung sepekan lebih itu menghanguskan habitat lutung Jawa, macan tutul, dan elang Jawa, serta mengancam kehidupan satwa liar yang biasa melintas di kawasan TNBTS tersebut.
"Belum ada laporan dari petugas yang menemukan bangka satwa liar yang dilindungi di kawasan Semeru ikut terbakar. Mudah-mudahan tidak ada satwa liar yang ikut terbakar," ucapnya.
Ayu mengatakan petugas masih bersiaga dan mengawasi sejumlah lokasi kebakaran untuk mengantisipasi potensi munculnya titik api baru akibat cuaca yang panas.
"Petugas tetap mengawasi dan berjaga-jaga apabila ada kemungkinan titik api baru di kawasan gunung tertinggi di Pulau Jawa itu," ujarnya.
Pihak TNBTS belum bisa memastikan kapan jalur pendakian Gunung Semeru akan dibuka karena masih perlu dilakukan pembersihan jalur dan sejumlah lokasi dikabarkan longsor akibat kebakaran itu.
"Kami belum bisa menyampaikan kapan jalur pendakian gunung tertinggi di Pulau Jawa kembali dibuka untuk umum, sehingga pendaki harus bersabar menunggu informasi itu," katanya.
Sementara itu, dikabarkan api kembali berkobar di kawasan Gunung Semeru di Kecamatan Pasrujambe, Kabupaten Lumajang.
Pewarta: Zumrotun Solichah
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2015