"Setelah tadi juga konsultasi dengan klien, kami berkesimpulan bahwa ini tidak bisa untuk diteruskan di persidangan karena pasti akan digugurkan oleh pengadilan, karena begitulah hukumnya," kata Maqdir Ismail, kuasa hukum Patrice Rio Capella, usai mengajukan permohonan tertulis tentang pencabutan gugatan praperadilan terkait penetapan kliennya sebagai tersangka perkara suap oleh KPK.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajukan surat permohonan penundaan sidang perkara tersebut selama dua pekan dan dia menuduh permintaan KPK untuk menunda sidang selama dua minggu merupakan bagian dari upaya untuk menggugurkan gugatan praperadilan kliennya.
"Kalau saya lihat ya, mereka secara sengaja mempercepat penyelesaian perkara ini sejak kami mengajukan permohonan praperadilan," ujarnya.
Ia mengatakan jika KPK telah melengkapi berkas perkara dan melimpahkannya ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi maka gugatan praperadilan kliennya akan langsung gugur.
"Karena ini mau dilimpahkan jadi hari ini, Pak Rio itu diperiksa. Itu yang mengkhawatirkan kami karena bagaimana pun juga ketentuan pasal 82 huruf D KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana) itu prinsipnya mengatakan kalau perkara sudah dilimpahkan maka otomatis praperadilan jadi gugur," kata dia.
Maqdir mengatakan permohonan praperadilan sebelumnya diajukan untuk melihat sah tidaknya proses penyelidikan, penyidikan, penetapan tersangka dan penahanan kliennya.
KPK menahan Patrice Rio Capella pada Jumat (23/10) seusai diperiksa sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap kepada anggota DPR terkait penyelidikan di Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara dan atau Kejaksaan Agung.
Dalam kasus ini, dia diduga menerima uang Rp200 juta dari istri Gubernur Sumatera Utara Evy Susanti untuk mengamankan perkara suaminya, Gatot Pujo Nugroho, yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara dalam perkara korupsi Dana Bantuan Sosial, Bantuan Daerah Bawahan, Bantuan Operasional Sekolah dan tunggakan Dana Bagi Hasil dan Penyertaan Modal ke beberapa badan usaha milik daerah.
Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2015