"Kalau pandangan hukum Jamdatun digunakan sebagai dasar hukum, itu melawan hukum dan penyelundupan hukum," kata Masinton di Gedung Nusantara II, Jakarta, Kamis, usai Rapat Kerja Pansus Pelindo II dengan Kejaksaan Agung yang dihadiri Jaksa Agung dan Jamdatun.
Kehadiran Kejaksaan untuk mengklarifikasi surat berisi pendapat hukum atau "legal opinion" (LO) atas permintaan Direktur Utama PT.Pelindo II RJ.Lino.
LO itu dijadikan salah satu dasar oleh Pelindo II untuk memperpanjang konsesi pengelolaan JICT dengan Hutchinson Port Holding sebuah perusahaan asal Hongkong.
Dia mengatakan LO itu tidak mengikat dan bukan dasar hukum sebuah kebijakan yang dikeluarkan PT. Pelindo II, namun menurut dia LO itu seolah-olah digunakan RJ Lino menjadi landasan hukum perpanjangan kontrak dan dilegitimasi untuk menjalankan kontrak itu.
"Pada November 2014 dimintakan opini oleh Pelindo II ke Jamdatun lalu keluar LO. Itu digunakan sebagai landasan hukum padahal bukan namun harus mengacu UU Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran," ujar Masinton.
Dia menegaskan LO tidak boleh lebih tinggi kewenangannya dari UU, dan UU menyaratkan bahwa dalam tata kelola pelabuhan apa pun harus dibedalan antara regulator dan operator.
Politikus PDIP itu menilai Pelindo II adalah operator, sedangkan regulator untuk izin perpanjangan kontrak adalah pemerintah.
"Di sana letak pelanggarannya, Pelindo sebagai operator harus dapat ijin regulator dalam perpanjangan kontrak," tutup Masinton.
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2015